Inilah Tokoh dan Karakter Dalam Petualangan Tintin



Petualangan Tintin (”Les Aventures de Tintin et Milou”) adalah serial komik yang diciptakan oleh Hergé, seorang artis dari Belgia. Hergé adalahpseudonim dari Georges Remi (1907–1983) yang dituliskan menjadi RG (dibaca sebagai Hergédalam bahasa Perancis). Serial ini pertama kali muncul dalam bahasa Perancis sebagai lampiran bagian anak-anak dari koran Belgia, Le Vingtième Siècle pada tanggal 10 Januari 1929. Petualangan Tintin sendiri menampilkan beberapa pemain yang saling melengkapi satu sama lainnya. Dari tahun ke tahun, serial ini menjadi bacaan favorit dan bahan kritikan dari para kritikus selama lebih dari 70 tahun.

Tokoh utama dari serial ini adalah seorang wartawan Belgia muda dan pengembara bernama Tintin. Sejak kemunculannya pertama kali, ia telah ditemani oleh seekor anjing jenis fox terrier yang bernama Milo. Dalam kisah selanjutnya dimunculkan beberapa pemain tambahan seperti Kapten Haddock, yang terkenal dengan sumpah serapahnya, namun dia sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kepelautan dan asas kesetaraan. Kemudian ada juga Profesor Lakmus (Professeur Tournesol) yang sangat cerdas namun memiliki masalah dengan pendengarannya. Dan tak lupa karakter Dupont dan Dupond (Thomson dan Thompson ), detektif kembar yang sangat tidak kompeten.

Dengan keberhasilan serial ini, komik tersebut dikumpulkan menjadi suatu album petualangan 23 secara keseluruhan dan ditambah satu album yang masih berupa sketsa, Tintin dan Alph-Art, yang berhasil dan telah diadaptasi ke dalam bentuk film dan teater. Komik ini adalah salah satu komik Eropa yang sangat terkenal pada abad ke-20. Sudah lebih dari 200 juta bukunya diterbitkan dan diterjemahkan ke dalam lebih dari 50 bahasa.[
Serial komik ini sangat digemari karena gaya gambarnya yang bersih tetapi ekspresif gaya Hergé yang disebut ligne claire dan didasarkan pada riset yang mendalam oleh pengarangnya,yang terbagi atas aliran: petualangan dengan elemen fantasi, misteri, politik dan sains fiksi. Kisah Tintin juga selalu menampilkan humor slapstick yang mengomentari tentang politik dan budaya pada suatu negara atau suatu masa.

Tintin adalah seorang wartawan, dan Hergé hampir selalu mempergunakan karakter tersebut di dalam setiap cerita-cerita petualangan karyanya. Seringkali cerita tersebut terjadi pada masa-masa ketika ia masih bekerja sebagai seorang wartawan pula (yang paling mudah dikenali adalah Bolshevik yang terjadi di Rusia and Perang Dunia Kedua) dan beberapakali belum terjadi ketika cerita tersebut dituliskan (salah satunya adalah Perjalanan ke Bulan. Hergé juga menciptakan suatu dunia tersendiri untuk Tintin yang merupakan gambaran secara komik dari dunia aslinya yang diambil dari foto arsip miliknya.
Walaupun komik petualangan Tintin bersifat "formulaic" - menampilkan suatu cerita misteri namun dapat diselesaikan dengan baik dan dapat diterima oleh akal logika - Hergé juga membumbui komiknya dengan bumbu-bumbu humor khas dirinya. Racikan humornya tersebut dapat diprediksi sebelumnya, namun dilakukan dengan cara yang elegan sehingga membuat para pembaca larut dalam ceritanya. Rumusan bumbu seperti ini bisa juga ditemui dalam komik strip Peanuts dan The Three Stooges[. Hergé juga sangat paham dengan beberapa gaya dalam komik strip, khususnya yang dikenal dengan nama "pacing", suatu teknik penulisan cerita yang bisa ditemui di salah satu serial ini yaitu Permata Castafiore, dimana dalam cerita tersebut terlihat seolah ada suatu peristiwa yang sangat besar namun sebenarnya tidak terjadi apa-apa

Pada awalnya, Hergé banyak melakukan improvisasi dalam penulisan serial ini, dimana hampir selalu Tintin dapat keluar dari masalah sesulit apapun yang akan menimpanya. Sampai akhirnya dia, Hergé, tergerak untuk melakukan riset yang mendalam terlebih dahulu sebelum memulai cerita dan merencanakan dengan baik alur ceritanya. Hal ini dia lakukan setelah menyelesaikan seri Cerutu Sang Firaun.
Usia Tintin juga tidak pernah secara akurat diungkapkan. Tokoh ini digambarkan sebagai seorang 'dewasa' di dalam penggambarannya di film DVD, dan juga dirujuk sebagai 'bocah' beberapa kali dalam acara-acara televisi. Dalam serial film kartun yang dibuat berdasarkan buku-buku komiknya, sebuah potongan episode Rahasia Unicorn yang menunjukkan paspor Tintin memperlihatkan bahwa tahun kelahirannya adalah tahun 1929 (tahun pertama kemunculan buku komiknya).

Karakter Tokoh Utama
Tintin dan Milo

Tintin adalah wartawan Belgia muda yang terlibat dalam kasus berbahaya. Dalam serial ini, Tintin hampir selalu terlibat dalam berbagai kasus kriminal berbahaya internasional dimana kecepatan berpikir, keberanian dan kemujuran di detik-detik terakhirnya berhasil menyelamatkan dirinya dan dunia. Hampir di setiap petualangan dia melibatkan dirinya dalam sebuah penyelidikan atau investigasi, tapi sangat jarang ia menjadikan hasil penyelidikannya menjadi berita seperti layaknya wartawan lainnya.
Milo adalah seekor anjing jenis Fox Terrier, yang merupakan teman baiknya. Mereka saling menyelamatkan dari situasi yang berbahaya. Pada edisi terbitan lama di Indonesia, Milo dinamakan Snowy. Milo kadang-kadang "berbicara" kepada pembaca mengenai apa yang dia pikirkan (sering menampilkan humor), yang seharusnya tidak dapat terdengar oleh karakter dalam cerita Tintin kecuali pada Tintin di Amerika.
Seperti juga Kapten Haddock, Milo adalah penggemar berat minuman keras whisky, bermerek Loch Lomond, dan karena kesukaannya akan minuman tersebut menjadikannya mabuk berat dan membawanya kedalam banyak kesulitan. Ia juga sering terbawa kedalam kesulitan, karena arachnophobia. Namanya dalam bahasa Perancis, "Milou" tidak ada hubungannya sama sekali dengan salju ataupun warna putih. Namanya berasal dari nama julukan (nickname) dari pacar Hergé di masa mudanya yang bernama Marie-Louise Van Cutsem.
Penjelasan lainnya tentang asal usul dari kedua karakter tersebut juga masuk akal, dimana dalam 3 petualangan pertamanya, mereka mengunjungi tempat-tempat yang dikunjungi oleh seorang fotographer yang juga sekaligus seorang wartawan bernama Robert Sexé, yang dituliskan dalam koran Belgia pada pertengahan abad ke 20 sampai dengan akhir tahun 1920-an. Pada waktu itu Sexé melakukan beberapa perjalanan keliling dunia mempergunakan sepeda motor bersama dengan juara Grand-Prix dan pemegang rekor dunia dalam dunia sepeda motor, René Milhoux, dan perjalanan mereka dipublikasikan dengan baik pada masa itu. Sexé juga diyakini memiliki karakter yang hampir mirip dengan Tintin sendiri, dan Yayasan Hergé di Belgia, mengakui bahwa Hergé sangat mungkin dipengaruhi oleh exploitasi dari Sexé[18]. Pada tahun 1996, sebuah biografi tentang Robert Sexé yang ditulis oleh Janpol Schulz diterbitkan dengan judul “Sexé au pays des Soviets” (Sexé di tanah Sovyet atau Rusia sekarang) yang memiliki kemiripan dengan judul serial Tintin yang pertama.

Tokoh Pendukung


Ada beberapa pemain-pemain pendukung yang dibuat oleh Hergé dalam mendampingi tokoh utama kita, Tintin, yang digali dengan lebih mendalam olehnya dibandingkan pemain utamanya, dimana mereka memiliki kekhasan dan kekuatan personal yang lebih mendetail dan dapat dibandingkan dengan karakter-karakter yang ada di Charles Dickens. Hergé mempergunakan mereka untuk menciptakan suatu dunia nyata untuk serial ini, dimana mereka menjadi pelengkap atas pemain utamanya, Tintin. Agar karakter itu dapat menjadi nyata dan berkelanjutan, maka setiap pemain tersebut dimunculkan beberapa kali dalam serial ini. Untuk menghindari perbenturan dengan kondisi politik yang ada saat itu, maka karakter-karakter tersebut tidak jauh dengan pekerjaan-pekerjaan yang dimilik oleh warga Belgia. Adapun pemain-pemain pendukung tersebut adalah[:

Kapten Haddock


Kapten Archibald Haddock atau yang lebih dikenal sebagai Kapten Haddock dalam serial Tintin berbahasa Indonesia, adalah seorang pelaut kawakan yang memiliki garis keturunan tidak begitu jelas (Ia bisa memiliki darah orang Inggris, Perancis ataupun Belgia), adalah teman baik dari Tintin, dan karakter ini baru diperkenalkan dalam episode Kepiting Bercapit Emas. Pada awalnya ia memiliki jiwa yang sangat lemah dan memiliki ketergantungan yang teramat tinggi akan minuman keras beralkohol, namun lambat laun dia menjadi pribadi yang cukup disegani.

Perubahan yang terjadi pada dirinya menjadi seorang yang berjiwa pahlawan dan setia kawan, dipicu oleh penemuannya atas harta karun dari leluhurnya, Sir Francis Haddock (François de Hadoque dalam bahasa Perancis) yang bisa dibaca dalam episode Harta Karun Rackham Merah. Rasa kemanusian si Kapten dan kata-katanya yang cenderung kasar merupakan pelengkap dari karakter Tintin yang terlalu sempurna untuk seorang manusia biasa, dimana si Kapten lebih terasa "manusiawi" dibandingkan Tintin. Kapten Haddock tinggal di suatu rumah yang sangat besar dan indah yang dikenal dengan nama "Marlinspike Hall" ("Moulinsart" dalam bahasa Perancisnya).

Kapten Haddock mempergunakan berbagai bentuk rangkaian kata-kata umpatan untuk menyampaikan perasaannya yang sedang gundah ataupun marah, seperti "Kepiting Busuk!" ("Billions of bilious blue blistering barnacles!"), "Sejuta Topan Badai!" ( "Ten thousand thundering typhoons"), "Buaya Darat!" ("troglodytes"), "bashi-bazouk", "kleptomaniak", "Cacing Kremi!" ("ectoplasm"), "sea gherkin", "anacoluthon", dan "Cacar Air!" ("pockmark"). Tidak semua ungkapan tersebut dapat diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia, dikarenakan perlu dicari padanan kata yang dapat mewakili ungkapan yang sama namun dengan tidak membuatnya menjadi kata makian yang kasar. Dalam artian ungkapan tersebut masih harus memiliki unsur artistik sehingga menjadikan tantangan tersendiri untuk menerjemahkannya ke dalam Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

Kapten Haddock adalah golongan peminum berat, dimana seringkali dia amat menyukai minuman keras beralkohol dengan merek Loch Lomond whisky, dan kondisinya ketika mabuk seringkali dijadikan sebagai bumbu pelengkap dari serial ini.

Hergé menyatakan bahwa nama depan dari Haddock diambil dari ungkapan dalam bahasa Inggris "a sad English fish that drinks a lot" yang secara harfiah dapat diterjemahkan dalam bahasa Indonesia menjadi "Orang Inggris yang seringkali terlalu banyak minum minuman yang memabukkan", Haddock baru memiliki nama depan pada serial ini yang berhasil diselesaikan oleh Hergé berjudul Tintin dan Picaros(1976), dinama dalam cerita tersebut nama depannya adalah Archibald.

Profesor Lakmus


Profesor Lakmus atau aslinya dalam bahasa Perancis bernamaProfesseur Tryphon Tournesol (yang bisa diartikan secara bebas dalam bahasa Indonesia sebagai Profesor Bunga Matahari), adalah seorang absent-minded dan ahli fisika yang memiliki kekurangan pada pendengarannya, adalah karakter minor namun hampir selalu muncul bersama dengan Tintin, Milo dan Kapten Haddock. Dia pertama kali diperkenalkan pada seri Harta Karun Rackham Merah, dan karakternya sebagian didasarkan pada seseorang di dunia nyata dengan nama Auguste Piccard,di mana keberadaannya kurang disukai oleh para karakter utama, namun karena keluruhan budi dan penguasaannya atas ilmu dan teknologi menciptakan hubungan yang langgeng dengan mereka. Dalam edisi bahasa Indonesia terbitan penerbit Indira, tokoh ini diberi nama Profesor Cuthbert Calculus. Nama Profesor Lionel Lakmus baru dilekatkan padanya pada penerbitan ulang serial ini oleh penerbit Gramedia. Penamaan dirinya dalam bahasa Indonesia ini selalu mengacu pada format aslinya yang berbahasa Perancis yaitu: jika namanya disingkat merupakan dua huruf yang sama. Sebagai contoh, dalam edisi bahasa Perancis namanya bisa disingkat menjadi Profesor TT (Professeur Tryphon Tournesol), dalam edisi bahasa Indonesia, Profesor CC (Cuthbert Calculus) (edisi terbitan Indira) ataupun Profesor LL (Lionel Lakmus). Dalam kisah ini, digambarkan bahwa ia tidak memiliki ketertarikan terhadap lawan jenis, terkecuali pada Bianca Castafiore, sampai-sampai ia menciptakan bunga mawar khusus untuk sang diva yang terlihat dalam kisah Permata Castafiore.

 Beberapa penemuannya yang cukup spektakuler adalah:
§  Membuat roket nuklir untuk pendaratan di bulan, 16 tahun sebelum pendaratan sebenarnya oleh Neil Amstrong.
§  Menciptakan pesawat televisi berwarna
§  Menciptakan kapal selam berbentuk ikan hiu yang akhirnya menjadi inspirasi dari kapal sejenis yang dibuat oleh Jacques Custeau, peneliti ikan hiu.


Dupont dan Dupond


Dupont dan Dupond atau dalam bahasa Perancisnya bernama Dupont et Dupond, adalah dua orang detektif kembar yang seringkali berbicara tidak jelas satu sama lainnya dan suka memakai topi bundar yang dikenal dengan sebutan bowlers, serta yang sebenarnya tidak memiliki hubungan kekerabatan, namun seringkali kelihatan seperti orang kembar dimana perbedaan antara keduanya hanya terletak pada kumisnya[24]. Detektif yang bernama Dupont, memiliki kumis berbentuk menyebar/membuka atau dalam bahasa Perancisnya adalah troussée. Sedangkan lainnya yang memiliki kumis berbentuk lurus atau dalam bahasa Perancisnya droite, adalah Dupond. Dalam edisi terbitan Indira nama mereka ialah Thomson dan Thompson.

Mereka menghasilkan suatu “comic relief” sepanjang serial ini dan memiliki kebiasaan “spoonerism” dan secara keseluruhan menunjukkan ketidak mampuan mereka sebagai detektif. Karakter mereka didasarkan pada karakter dari ayah dan paman dari Hergé, dua kembar identik. Mereka diperkenalkan untuk pertama kalinya dalam seri Cerutu Sang Firaun, dimana dalam pertemuan awal dengan tokoh utamanya, Tintin, mereka mendapatkan tugas untuk menangkapnya untuk suatu tuduhan yang tidak benar.

Bianca Castafiore

Dia adalah seorang penyanyi opera yang selalu dipandang rendah oleh Kapten Haddock. Walaupun begitu, dia hampir selalu muncul kemanapun para karakter utama pergi, dimana dia selalu ditemani oleh pembantunya yang setia Irma, seorang pianis, Igor Wagner. Pada dasarnya arti daripada namanya adalah “bunga putih yang suci, murni”, sebagaimana yang dipahami oleh Profesor Lakmus ketika dia memberikan mawar putih kepadanya sebagai tanda ungkapan cinta rahasianya pada sang penyanyi dalam episode Permata Castafiore. Karakternya didasarkan pada diva dari pertunjukan opera secara umum (berdasarkan pada catatan Hergé), Bibi Hergé Ninie, dan juga post-war komik Maria Callas
Beberapa tokoh lainnya yang sering muncul adalah Nestor si kepala pelayan di Marlinspike Hall, Jendral Alcazar si Diktator dari Amerika Selatan, Jolyon Wagg seorang agen asuransi, Ben Kalish Ezab si Emir, Abdullah putra si Emir, Chang si bocah Cina, Müller si dokter berkebangsaan Jerman yang maniak dan Rastapopoulos si dalang kejahatan. Tidak ada pemain wanita yang muncul baik sebagai pemain utama maupun pemain pendamping, namun mereka muncul sebagai pemain pada latar belakang dari cerita.
Copas from KORANDO



A baby is God's opinion that the world should go on.
Carl Sandburg


Ten fingers, Ten toes
She's laughter and teardrops
So small and brand new
And amazingly angelic
She's sent to bless you
She's one special Baby
The best of life's treasure
And will grant and bless you
Many hours of great pleasure.
Author Unknown



Kala tangisannya membangunkanku di pagi hari, kulihat kembali gurat gurat kelelahan yang mungkin masih terselip  dibalik tawa riangnya, tapi  tak kutemukan. Yang ada hanya kegembiraan dan jiwa polos yang tak mengerti kapan harus berhenti tertawa kapan harus menangis. Mungkin Allah tahu, jiwa anak anak ini masih terlalu suci untuk dibebani oleh pernak pernik  kehidupan. Tak puas hanya dipandangi, jari jemari tangannya melambai pelan sambil kembali tertawa siang. Tidakkah dia tahu ini masih terlalu pagi untuk bermain, tapi aku tahu, dia  belum memahami itu.

A new baby is like the beginning of all things, hope, a dream of possibilities.

Kutarik tubuhku pelan mencoba beranjak dari pembaringan yang terasa nyaman, ah pagi kembali menjelang, terima kasih Tuhan, kau berikan 1 kesempatan lagi tuk sekedar berucap selamat pagi dunia dan menyapa semua makhluk didalamnya.


The smile that flickers on baby's lips when he sleeps- does anybody know where it was borne? Yes, there is a rumor that a young pale beam of a crescent moon touched the edge of a vanishing autumn cloud, and there the smile was first born . . . -- Rabindranath Tagore

Sayup terdengar suara azhan subuh memanggil umatnya,  begitu syahdu, seakan tenggelam sendiri dalam alunan sepi. Kelelapan masih menyelimuti mereka,  titik titik air dari derasnya hujan tadi malam  membuat udara terasa begitu dingin, menusuk tulang, membuat siapapun  pasti ingin menenggelamkan tubuh dalam hangatnya pembaringan tak terkecuali aku, jika malaikat kecil itu tak terus menerus memanggil dan mengajakku bermain.

When the first baby laughed for the first time, the laugh broke into a thousand pieces and they all went skipping about, and that was the beginning of fairies. And now when every new baby is born its first laugh becomes a fairy. So there ought to be.-- James Matthew Barrie 


Kulangkahkan kaki pelan kembali ke kamar, kuangkat tubuh mungil itu kedalam dekapan, mencoba memeluk tubuhnya sambil berbisik pelan.... Terima kasih sayang ...



Let your tears come.  Let them water your soul.  ~Eileen Mayhew
Heaven knows we need never be ashamed of our tears, for they are rain upon the blinding dust of earth, overlying our hard hearts.  ~Charles Dickens, Great Expectations, 1860
A woman wears her tears like jewelry.  ~Author Unknown

Diluar  sepi, rintik hujan yang tadinya menjadi nyanyian sepi pengiring lamunanku telah berubah menjadi curahan yang semakin deras. Kilatan petir dan gemuruh halilintar semakin meramaikan nyanyian hujan. Kulirik sekilas  putra putriku, derasnya hujan seakan menambah lelap tidur mereka. Jiwa jiwa murni yang belum tersentuh kejinya dunia.
Every tear should live its purpose.  Don't ever wipe the reason away.  ~JessicaSimpson
Tak sanggup menahan lebih lama lagi, akhirnya tangisku pecah juga, aliran deras di kedua pipiku membanjir tak terkendali. Kucoba menghentikannya, tapi nafasku malah tertahan seakan ada  yang menarik keluar dengan paksa, membuat nafasku tersengal hebat. Suara sengguk tangisku seakan tak pantas bersanding dengan ramainya suara nyanyian hujan diluar.
Laughter through tears is my favorite emotion.  ~Robert Harling, Steel Magnolias
Aku menangis bukan karena lelah bertengkar seperti biasanya,  juga bukan karena menahan kesal didada yang tak ada habisnya. Tangisku kali ini adalah nyanyian rindu, yang tak pernah benar benar sampai pada yang dituju. Sekian tahun terpisah membuat tekadku sedikit goyah. Ini bukan yang kumau, walau aku sangat tahu bahwa ini adalah pilihanku. Aku terhempas di sebuah tempat yang semakin asing setiap harinya. Aku rindu pulang, aku rindu dekapan itu, rindu canda tawa itu.. aku rindu rumah masa kecilku... aku rindu keluargaku.
Tears are the silent language of grief.  ~Voltaire, A Philosophical Dictionari

Nyanyian  hujan semakin lirih, rintik gerimis sekarang mengiringi malam, seakan tahu ada jiwa yang sedang bersedih, ada hati yang tercekam perih. Hujan memang belum berhenti, mungkin tak sanggup mendengar tangisan lirihku yang masih saja tak terhenti... seakan sedikit peduli,akhirnya 2nyanyian saling mengiringi ...sampai pagi.
rain gives me the strength to move on...for no body can see me crying when i walk in the rain...






Sesungguhnya Mami  Papi adalah guru terhebat selkaligus pengobar semangat  yang takkan pernah padam bagi aku dan adik adikku... bagi kami ANAK ANAKMU.

Terima kasih ya Allah untuk jiwa jiwa baik hati, jiwa jiwa pahlawan yang punya tekad setegar karang, jiwa jiwa yang tak mengenal lelah  untuk membimbing dan mendidik anak anaknya.... yang kau sematkan pada MAMI PAPI kami.
  
Jadi ingat dulu pas kuliah, kost–kost-an yang menyenangkan. Bisa kelayapan kapanpun karena nggak ada ortu atau saudara yang tahu haha, tapi itu juga kalo bisa ngibulin ibu kostku yang galak abis. Aku memang anak rantau, hampir  21 tahun dari usiaku kuhabiskan di tanah rantau, sampai akhirnya aku terjebak  dan tertawan di kota Surabaya. Tapi jauh sebelum aku menjejakkan kaki di Surabaya atau Yogyakarta, aku pernah tinggal di sebuah kota kecil bernama LAHAT.

Kalo mau ditelusuri, aku meerasa udah ngekost sejak kelas 1 SMP, maklum karena hidup di desa nan jauh terpencil di kaki gunung di pelosok Sumatera, sekolah waktu itu jadi hal yang mahal. Tapi bersyukur aku punya Mami Papi yang berfikiran sangat maju. Meskipun mereka hanyalah guru SD  yang tinggal dipelosok, tapi mereka bertekad ke 5 anak anaknya harus maju. Dan maju itu artinya sekolah yang setinggi tingginya dan keluar dari desaku yang memang harus kuakui tidak terlalu bersahabat dengan pendidikan bagus.

Lepas SD, aku hijrah ke kota kabupaten Lahat yang jaraknya lumayan jauh untuk ukuran anak sekecil aku, sekitar 4 jam perjalanan yang menakutkan, mengerikan dan selalu menghantui malam malamku menjadi sebuah  mimpi buruk. Betapa tidak kontur jalan yang berliku tajam , dengan kelokan yang mengerikan, jurang di kiri kanan, hutan belantara yang sangat lebat... plus supir yang mengemudi sedikit diluar aturan.

Di Lahat, aku tinggal di rumah perumnas bersama tanteku yang ku panggil Cik Nis, aku belajar memasak sendiri, mencuci baju sendiri, nyetrika sendiri, aku belajar mandiri. Aku juga mulai menyadari perbedaanku dengan teman yang lain. Meskipun mampu, Mami tidak menyediakan fasilitas televisi di rumah, jadinya aku menjadi  tamu tetap tetanggaku yang kugilir secara teratur agar mereka tidak bosan menerima aku  yang ‘ numpang nonton TV’. 

Aku paling tak punya dibanding temanku. Bahkan untuk sekedar les tambahan pelajaran saja aku malu karena bajuku hanya itu itu saja. Satu satunya fasilitas paling mewah yang pernah kudapat waktu itu adalah “ meja ligna “ sebutanku untuk sebuah meja belajar bagus dilengkapi laci, lemari berkunci, dan tentunya tempat buku.

Acara favoritku ‘Friday the 13th’, hampir setiap malam jumat aku menantikannya, paling seru kalo pas hujan turun, atau tetanggaku pergi atau malah mati lampu. Aku akan menunggu tak sabar didepan rumah sambil membayangkan episode episode yang udah lewat dengan tak sabar didepan rumah. Akhirnya setelah dipanggil masuk, baru deh dengan langkah berat aku menuju kamar dan  mencoba tidur, sambil tetap komat kamit di mulut, berdoa semoga hujan reda, lamu cepat menyala  atau tetanggaku cepat pulang ...

Di Lahat, aku punya beberapa teman yang cukup akrab, tapi karena aku bukanlah seorang yang hebat ingatannya,  lebih banyak yang lupa namanya dibanding yang kuingat. Di Perumnas, aku punya teman sekaligus tetangga yang selalu kudatangi kalau aku pengen lihat Film kesukaanku, namanya Riski, panggilannya Kiki. Kami bersekolah di SMP yang sama, berangkat dengan taksi ( sebutan untuk angkutan di Lahat ) yang sama dan pulang juga selalu bersama walaupun beda kelas. Yang kuingat, Kiki anak pertama, punya 2 adik, tidak terlalu banyak bicara, cenderung pendiam, dan jarang sekali keluar rumah. Rumah Kiki tepat didepan rumahku, rumah yang besar dan mewah dibanding rumahku. Kiki punya banyak barang barang mewah untuk anak seusiaku, alat tulisnya bagus, tasnya bagus, sepatunya bagus, bajunya juga bagus. Tapi aku ingat aku tidak terlalu iri melihat barang barang Kiki, mungkin karena Kiki baik denganku, entahlah.

Di Lahat , aku bersekolah di SMP Santo Yoseph, sebuah sekolah yang selalu kusebut keren karena seragamnya. Seragam merah kotak kotak yang menyala dnegan bentuk rok lipit yang bagus banget selalu membuatku bangga. Aku punya banyak teman di SMP, beberapa yang paling kuingat Venny, Melly, Iis, Jimmy, Yeti, Erika, dan lainnya. Sekali lagi , aku cukup parah dalam mengingat nama,  tapi aku masih sangat ingat wajah wajahnya. Layaknya di sekolah sedikit  swasta, selalu ada Kelompok orang Pinter, Kelompok Cewek Cantik dan Populer, Kelompok Anak tajir dan Kaya Raya, Kelompok anak Guru , Kelompok anak Pejabat,  dan seperti bisa ditebak , aku tidak masuk dalam kelompok manapun hahahaha...

Tapi aku bukan orang yang terlalu peduli dengan hal  hal itu, minimal waktu itu. Yang kuingat adalah meskipun sekolah katholik, dan aku seorang muslim, aku diperlakukan sama baiknya dengan yang lain oleh para guru, dan susternya. Aku belajar banyak hal, dari mulai kaligrafi, melukis, menari dan kegiatan kegiatan menarik lain. Aku pernah berkemah di halaman sekolah bersama teman sekolahku, Aku pernah ikut mengenal yang namanya Retret, aku boleh pinjam buku buku bacaan yang keren abis di perpus sekolahku, aku bahkan diajari nyanyi lagu “ twinkle Twinkle “ yang akhirnya menjadi lagu favorit aku dan anakku. Aku belajar banyak hal di sekolahku, aku belajar mengenal dunia yang jauh lebih menyenangkan  disini... aku membuka cakrawala baru di SMPku.

Masa kecilku, masa SMPku yang kurang lebih 3 tahun berjalan dengan sangat baik dan meninggalkan berjuta kenangan bagiku. Walaupun semangat belajarku belum tumbuh dengan baik, tapi aku menilai  masa ini adalah  awal baru dalam hidupku. Begitu banyak hal baru yang kudapat  waktu itu, dari  nonton bioskop  yang sebelumnya kebayangpun enggak, naik taksi pulang pergi sekolah, les tambahan, jalan jalan  sepulang sekolah, ... ah jadi kangeeen.

Untuk masalah pelajaran, aku tidak seperti anak kebanyakan yang belajar tiap malam,aku bahkan hampir tidak pernah belajar karena tidaka ada mami papi yang biasanya selalu setia mengajariku mengerjakan PR atau sekedar mengulang pelajaran yang didapat. Bahkan hampir tiap malam aku begadang , keluyuran ke tempat tetangga untuk numpang lihat TV. Tidak ada yang mengawasiku. Mungkin itulah penyebabnya , atau aku belum seratus persen bertanggung jawab terhadap tugas utamaku yaitu belajar.

Tapi walaupun aku selalu rangking 15- 17 diantara 40 siswa sekelas, ada 1 pelajaran yang aku sangat menonjol. Aku sangat suka bahasa Inggris, gurunya biasa kami panggil Ibu ATIK, wah aku sangat suka cara mengajar bu Atik, karena dia selalu memberi kami 10 kosa kata setiap pertemuan untuk diingat  di pelajaran berikutnya. Pokoknya top deh, bahkan aku sampai ambil les tambahan demi kesukaanku belajar bahasa inggris, dan hasilnya tidak mengecewakan. Di ujian akhir,  nilai NEMku untuk bahasa inggris adalah nilai sempurna atau 10. Pelajaran lain yang kusuka adalah matematika, yang ngajar ibu Yustina, sukaaaaa banget. Dari Bu Atik dan Bu Yustina aku belajar bahwa jadi guru yang baik adalah dengan  mengajar seikhlas mungkin, seceria mungkin dengan metode metode yang menyenangkan, jadi muridnya suka. Dulu pas ada pertanyaan guru favorit, Bu Atik dan Bu Yustina selalu dipilih oleh kami semua.

Terima kasih Mami, terima kasih Papi, karena berkat keikhlasan  kalian menjadikan kami anak anak hebat yang berpendidikan tinggi untuk bekal sukses  kami,
aku`bisa belajar banyak hal,
aku bisa mengenal hal hal baru yang sungguh menyenangkan,
aku bisa menanam berjuta kenangan yang akan selalu indah untuk diingat,
aku bisa merajut liar imajinasiku tanpa batas ..
aku bisa seperti sekarang.



cerita aslinya lebih panjang karena bentuknya yang kutahu  adalah buku, keren abis.. buat yang suka berimajinasi, ketemu dengan makhluk makhluk yang tidak  kita sangka, dan intinya adalah sebuah keberanian, kabaikan, kejujuran dan petualangan.


Alice in Wonderland
Lewis Carroll


It was a warm summer day and Alice was getting bored sitting beside her sister, who had her nose buried in a book. Suddenly, a little White Rabbit with pink eyes ran in front of her shouting, "On dear, oh dear, I'm late."

The Rabbit pulled a watch out of his pocket to check the time. He shook his head, then disappeared down a rabbit's hole. "I must find out why he's in such a hurry !" cried Alice. Filled with curiosity, she ran to the rabbit's hole and peeped through the entrance.

The hole dropped suddenly and Alice fell. "When will I ever reach the bottom of this dreadful hole?" she shouted, while falling helplessly downwards.
Finally she landed in a long, narrow hallway with doors of many sizes. On a three-
legged table, Alice found a tiny gold key and a green bottle that said "DRINK ME". "This key must fit one of the doors," she said.
"It's the one behind the table," she cried, "but I'm too big to fit through such a little door. May be the potion in that bottle will help me," she decided. And she drank it.

Alice began to shrink until she was no bigger than a doll. She opened the door and quickly ran through it. "What a splendid garden !" she exclaimed. "Why, I'm no bigger than the insects that crawl on these flowers." But the excitement soon wore off. Alice grew bored with her tiny size. "I want to be big again," she shouted.

Her shouts startled the White Rabbit, who ran past her again. Mistaking her for his maid, he ordered, "Go to my cottage and fetch my gloves and fan."
Alice was confused by the Rabbit's behaviour. "May be I'll find something at the cottage to help me," she said hopefully.
A piece of chocolate cake was kept on a table by the doorway. Next to the cake was a note that read "EAT ME". "I'm so hungry," Alice said as she ate the cake. "I feel strange. Oh no ! I've grown larger than this house !" she cried.
"Get out of my way ! You're blocking thedoor !" shouted the White Rabbit. Alice managed to pick up his fan. Immediately, she began to shrink.
"Oh, I'll never get back to the right size," Alice cried. She went looking for help. Soon, she saw a green caterpillar dressed in a pink jacket. He was sitting on the top of a large mushroom, smoking a bubble pipe. "One side makes you big, the other side makes you small," he said to Alice before slithering away.
"One side of what?" Alice called after him.
"The mushroom, silly," he answered.
Alice ate a piece of the mushroom."Thank goodness, I'm growing !" she cried, "But
which way do I go?"

"That path leads to the Mad Hatter. The other way leads to -Lae March Hare," said a voice. Alice turned to find a smiling Cheshire Cat in a tree. "I'll see you later at the Queen's croquet game," he said before disappearing.
Alice walked down a path, "How lovely ! A tea party," she thought.
"There's no room for you !" shouted the Mad Hatter, "You may stay if you answer my riddle." Alice smiled. She loved riddles.
After several riddles, Alice became confused. "Every time I answer, you ask a question," she told the Mad Hatter.
"We don't know any answers," he giggled. "This is a waste of time," scolded Alice. The others ignored her. They were trying to wake the Dormouse.
Alice continued her walk. She found herself in the middle of a field where the Queen of Hearts was playing croquet. Her guards and gardeners were shaped like cards. One gardener had planted white roses by mistake and then painted them red, "Off with their heads !" shrieked the Queen. "I hate white roses !" "Have you ever played croquet?" the Queen asked Alice.
"Yes," Alice timidly answered. "But I've never used a flamingo or a hedgehog." "Play with me !" ordered the Queen."And let me win or I'll have your head !" Alice tried her best to play we,l, but she had trouble with her flamingo. "Off with her head !" cried the Queen. Just then a trumpet sounded at the distance calling court to session.
Everyone rushed into the courtroom. "Court is now in session," announced the White Rabbit, "Will Alice please come to the stand?" Alice took the stand and looked at the jury box, where the March Hare and the Mad Hatter were making noise. The Dormouse slept and the Cheshire Cat smiled at her. "What's going on?" asked Alice.
"You are guilty of stealing the delicious heart-shaped tarts !" accused the Queen, "And now you must be punished. Off with her head Off with her head!" yelled the Queen.
"How silly," replied Alice. "I did not have the slightest idea what you were talking about ! I was only playing croquet."
Alice felt someone touch her shoulder, "Wake up. You've been sleeping for too long," said her sister softly.
"I had a strange dream," said Alice. She told her sister about the White Rabbit, the mad tea party, the Queen of Hearts and the trial. But her sister wasn't paying attention. "You're reading again," mumbled Alice. As she stretched, Alice saw a little White Rabbit with pink eyes scurry behind a tree.

Ini cerita bagus banget untuk diceritakan ke anak anak, ngajarin mereka supaya jangan suka bohong, Bohong itu nggak baik, entar kalo masih tetep aja.. hidungnya jadi panjang kayak Pinokio hehe lucu kan jadinya...Kan anak kecil suka banget sama cerita dan mereka masih percaya dengan cerita cerita kita... Moga aja ini cerita nggak kejadian beneran, soalnya lucu aja kalo hidungku jadi panjang kayak gitu.. kan kita ( saya maksudnya ) masih seriiiing banget boong.. LOL
Pinocchio
Carlo Collodi

Geppetto, a poor old wood carver, was making a puppet from a tree branch. "You shall be my little boy," he said to the puppet, "and I shall call you 'Pinocchio'." He worked for hours, carefully carving each detail. When he reached the mouth, the puppet started making faces at Geppetto. "Stop that, you naughty boy," Geppetto scolded, "Stop that at once !" "I won't stop !" cried Pinocchio.
"You can talk !" exclaimed Geppetto.





"Of course I can, silly," said the puppet. "You've given me a mouth to talk with." Pinocchio rose to his feet and danced on the table top. "Look what I can do !" he squealed.
"Pinocchio, this is not the time to dance," Geppetto explained. "You must get a good night's rest. Tomorrow you will start going to school with the real boys. You will learn many things, including how to behave."
On his way to school the next morning, Pinocchio stopped to see a puppet show. "I
can dance and sing better than those puppets and I don't need strings," boasted Pinocchio. He climbed onto the stage.
"Get off my stage," roared the Puppet Master. Then he noticed how much the crowd liked Pinocchio. He did not say anything and let Pinocchio stay. "Here, you've earned five copper coins," the Puppet Master told Pinocchio.
"Take these coins and go straight home," said the Puppet Master. Pinocchio put the coins into his sack.
He did not go very far before he met a lame Fox and a blind Cat. Knowing that Pinocchio had money, they pretended to be his friends. "Come with us. We'll teach you how to turn those copper pieces into gold," coaxed the sneaky Cat.
"We want to help you get rich. Plant your coins under this magic tree. In a few hours they'll turn to gold," said the Fox.
"Show me where," said Pinocchio excitedly. The Cat and Fox pointed to a patch of loose dirt. Pinocchio dug a hole and put the sack in it, marking the spot with a stone.
"Splendid !" exclaimed the Cat. "Now let's go to the inn for supper." After supper, the Fox and Cat, who weren't really lame or blind, quickly snuck away and disguised themselves as thieves. They hid by the tree waiting for Pinocchio to come back and dig up the money. After Pinocchio dug up the coins they pounced on him.
"Give us your money !" they ordered. But Pinocchio held the sack between his teeth and resisted to give the sack to them. Again they demanded, "Give us your money !"
Pinocchio's Guardian Fairy, who was dressed all in blue and had blue hair, sent her dog, Rufus, to chase the Fox and Cat away. She ordered Rufus to bring Pinocchio back to her castle. "Please sit down," she told Pinocchio. Rufus kept one eye open to watch what was going on.
"Why didn't you go to school today?" she asked Pinocchio in a sweet voice.
"I did," answered Pinocchio. Just then, his nose shot out like a tree branch. "What's happening to my nose?" he cried.
"Every time you tell a lie, your nose will grow. When you tell the truth, it will shrink," said the Blue Fairy. "Pinocchio, you can only become a real boy if you learn how to be brave, honest and generous."
The Blue Fairy told Pinocchio to go home and not to stop for any reason. Pinocchio tried to remember what the Blue Fairy told him.





On the way to home he met some boys. "Come with us," said the boys. "We know a wonderful place filled with games, giant cakes, pretty candies, and circuses." The boys didn't know that if you were bad, you were turned into donkeys and trained for the circus.
It was not very long before the boys began changing into donkeys. "That's what happens to bad boys," snarled the Circus Master as he made Pinocchio jump through a hoop.
Pinocchio could only grow a donkey's ears, feet, and tail, because he was made of wood. The Circus Master couldn't sell him to any circus. He threw Pinocchio into the sea. The instant Pinocchio hit the water, the donkey tail fell off and his own ears and feet came back. He swam for a very long time. Just when he couldn't swim any longer, he was swallowed by a great whale. "It's dark here," scared Pinocchio said.
Pinocchio kept floating deep into the whale's stomach. "Who's there by the light?" called Pinocchio, his voice echoing.
"Pinocchio, is that you?" asked a tired voice.
"Father, you're alive !" Pinocchio shouted with joy. He wasn't scared anymore. Pinocchio helped Geppetto build a big raft that would hold both of them. When the raft was finished, Pinocchio tickled the whale. "Hold tight, Father. When he sneezes, he'll blow us out of here !" cried Pinocchio.
Home at last, Geppetto tucked Pinocchio into his bed. "Pinocchio, today you were brave, honest and generous," Geppetto said. "You are my son and I love you."
Pinocchio remembered what the Blue Fairy told him. "Father, now that I've proven myself, I'm waiting for something to happen," he whispered as he drifted off to sleep.
The next morning Pinocchio came running down the steps, jumping and waving his arms. I He ran to Geppetto shouting, "Look Father, I'm a real boy !"


Total Tayangan Halaman

Popular Posts

www.penulistangguh.com. Diberdayakan oleh Blogger.