Kiara mengumpat kesal.
Dari kejauhan terlihat  lalu lalang kendaraan dengan sinar lampunya  yang menyilaukan.

Kembali dilihatnya layar televisi di depan, sambil menajamkan telinga.
Lagu Chantal mengalun pelan menyertai kepergian Ben Affleck dan Bruce Willis.
Biasanya Kiara akan ikut menangi bersama pemeran wanita yang bersedih itu.
Tapi suasana hatinya sedang gelisah.
Bahkan dengan sinis Kiara mengejeknya "cengeng."

Suara vespa butut terdengar berhenti di depan pagar kostnya.
Kiara tak bisa melihat dari lantai dua tempatnya duduk.
Jarak pandangnya terhalang kanopi tua yang mulai retak karena sinar matahari.

Dihitungnya sampai sepuluh sambil menahan napas.
Ponselnya bergeming.
Tak ada panggilan pun pesan yang masuk.

"Sial!!' umpat Kiara untuk kesekian kalinya sambil bergegas turun melewati tangga dengan suara tak tok tak tok yang tak berusaha disamarkannya.

Gerutuan tak jelas terdengar dari arah ruang televisi di lantai bawah, tempat induk semangnya yang cerewet sedang menonton sinetron yang dibencinya.
Kiara mempercepat langkahnya setengah berlari ke arah garasi, menyambar helm putih di motor matic-nya dan membuka pintu.

Udara dingin menyergapnya, lututnya yang tak tertutup kain berdesir.
Dipasangnya wajah cemberut ke arah lelaki tinggi di depannya.

"Sudah siap?, filmnya akan segera dimulai." ucap si lelaki sambil menaiki vespa biru dongker disampingnya.

Kiara perlahan menghampiri lelaki tersebut sambil menghentakkan kakinya.
"Kenapa Kia?, nggak jadi nonton?" tanya si lelaki santai.

Kiara hanya diam, sambil memakai helm Kiara duduk  di sadel belakang dengan melingkarkan tangannya ke pinggang lelaki itu.
Tubuhnya menggigil ketika sebuah tangan yang besar dan hangat membelai jemarinya.
Kain pantai motif bunga yang menutupi rok hitamnya berkibar pelan tersapu angin.

Mereka menuju bioskop tua tak jauh dari kost Kiara.
Jalanan ramai oleh muda mudi seperti mereka.
Sambil tetap melingkarkan lengannya, Kiara menyandarkan kepalanya di pinggang si lelaki.
Belaian di jemarinya semakin intens.
Kiara mendesah mengabaikan perasaan yang bergejolak di dadanya.

***
Kiara sibuk menatap etalase tempat pegawai wanita cantik itu melayani pembeli yang menginginkan popcorn dan coke.

"Dingin?" sambil mengulurkan jaket kulit cokelat ke Kiara,  tangan lelaki itu bergerak posesif memperbaiki letak kain pantai di pahanya.

Kiara mengabaikan pertanyaan lelaki itu.
"Mau berbagi?"
Kembali terdengar suara bass lelaki itu.
Tatapan penuh tanya Kiara bertemu dengan manik hitamnya.
Kiara kembali mendesah pelan.
Mengabaikan degup jantungnya sendiri, Kiara mencoba tersenyum.

"Kau menyesal pergi denganku malam ini?"
Sebuah tangan kembali bergerak di atas kain pantai motif Bali.

Suara merdu yang mengumumkan film segera dimulai menarik Kiara cepat dan membuatnya berdiri.
Kiara pura pura tak melihat tangan yang terulur kearahnya, berjalan cepat sambil menyodorkan tiket yang dipegangnya kepada petugas.

Kiara tidak mampu mencerna jelas adegan demi adegan di depannya sampai sosok wanita dengan leher hampir putus memenuhi layar di depannya.
Jeritan ngeri lepas dari mulutnya.

"Maaf sa... Kiara, "
Kiara tak tahan untuk tidak menangis.
Ditahannya isak tertahan dengan menutup mulutnya.
Sebuah rengkuhan erat menghangatkannya.
Kiara mendengarkan sedu sedan lain di telinganya.
Ada cairan hangat jatuh di bahunya.

Sepedih inikah perpisahan.
Kiara berharap film horor itu tak pernah selesai.
Kiara tak ingin melepaskan pelukan ini, Kiara tak sanggup melepas lelaki yg skrg menangis di bahunya.

"A good friend is hard to find, hard to lose and impossible to forget."

***
#part1


0 comments:

Posting Komentar

Total Tayangan Halaman

Popular Posts

www.penulistangguh.com. Diberdayakan oleh Blogger.