tag:blogger.com,1999:blog-27458645696922665462024-03-14T15:10:43.015+07:00Yunita Hentika Daniinspirasi bersanding dengan liarnya imajinasi menggiring dan memandu jejak penaku menuju sebuah karya nyata yang kelak akan tercipta dan dikenal duniaBlog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.comBlogger102125tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-13490811870587515282023-08-23T10:10:00.001+07:002023-08-23T10:10:50.716+07:00Speechless<p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuhUKEOJBZHP4gGXh7FDgKTzCs8yq-3h1NfE563MnqmXW8e3w3Q8YAGL2uVdphO9HdHIUCS3_hoFERULA5ssg-gLxZNrlXQH3JaFp2j7XMnDGtiVfWD3fwR9jjlC4tqBZs2RZGkkVGgf2fIeEGkkyWiPxeB_uOnSKGtdJzMNfAcedJe2HRSNvPjjhRHokP/s1024/speechless.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="575" data-original-width="1024" height="225" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjuhUKEOJBZHP4gGXh7FDgKTzCs8yq-3h1NfE563MnqmXW8e3w3Q8YAGL2uVdphO9HdHIUCS3_hoFERULA5ssg-gLxZNrlXQH3JaFp2j7XMnDGtiVfWD3fwR9jjlC4tqBZs2RZGkkVGgf2fIeEGkkyWiPxeB_uOnSKGtdJzMNfAcedJe2HRSNvPjjhRHokP/w400-h225/speechless.jpg" width="400" /></a></div><p style="font-size: large; text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Entah mengapa untuk kesekian kalinya kejadian itu terulang lagi.</span></p><p></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku tak pernah merasa tersingkirkan ketika percakapan mereka seakan tidak menyertakanku. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Mereka berdiskusi tentang sesuatu yang memang jauh dariku. Tapi bukan berarti aku diabaikan, hanya seperti sesuatu yang aku merasa enggan untuk memberikan tanggapan. Dan sekali lagi itu juga bukan karena mereka tapi lebih kepada aku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Ada kalanya aku mencoba menerka perasaan mereka terhadapku. Apakah aku masih penting bagi mereka, atau aku sudah semakin jauh dari kata akrab. Benar adanya ketika seorang berkata, jika kau tak pandai mendekatkan diri, jarak adalah musuh terbesarmu. Sebenarnya kata-kata ini kusimpulkan sendiri, hihi..</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Padatnya aktivitasku membuatku semakin jauh dari yang dulu, biasa dekat.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku sibuk dengan duniaku. Weekend adalah waktuku untuk recharge energi untuk kembali fit di hari Senin. Jadi benar yang terjadi, chat-chat dan obrolan mereka bukan prioritasku lagi. Meskipun aku ingin, aku sudah tak fokus lagi. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tapi ada satu hal yang sering membuatku sedih. Selalu ada salah paham diantara mereka. Dan lucunya ketika ada yang ingin meluruskan atau sekedar menjelaskan, yang biasanya adalah aku, mereka seperti tak mau mendengar. Mereka lebih senang mengumbar ego dan yang meng-iyakan. Yang menjadi tertuduh adalah mereka sendiri secara bergiliran. Aneh rasanya, melihat kejadian aneh yang terus terjadi seperti ini.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Karena aku hanya bisa bercerita lewat tulisan, aku menuliskannya disini.</span></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-23153539785473884082023-08-23T09:50:00.000+07:002023-08-23T09:50:24.999+07:00Sachio Kalah Lomba<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgARsSa8qgAJEOMq8SbQPCF342iz0aDr4cOWJNTwKzoFmAgpTBBFj1v4tCVHVkMCgbTr7S_qiPhLacPnLTPlm3m8lsCkOJm-ylSYRAdpZYIMrNPjNAsHnc3ixFJJkNvr3OQL00jJO58Hb6QwZADDaW0X5oQSuoAaBM_QQ9ChgfTdeyoUdz5jsjotpPQufK7/s1600/Sachio%20kalah%20lomba.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1600" data-original-width="716" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgARsSa8qgAJEOMq8SbQPCF342iz0aDr4cOWJNTwKzoFmAgpTBBFj1v4tCVHVkMCgbTr7S_qiPhLacPnLTPlm3m8lsCkOJm-ylSYRAdpZYIMrNPjNAsHnc3ixFJJkNvr3OQL00jJO58Hb6QwZADDaW0X5oQSuoAaBM_QQ9ChgfTdeyoUdz5jsjotpPQufK7/w286-h640/Sachio%20kalah%20lomba.jpg" width="286" /></a></div><p style="text-align: justify;"><br /></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Notifikasi tak berhenti sepanjang hari hampir seminggu ini. Gempita Kemerdekaan semakin riuh. Bahkan warung biru tempatku biasa membeli makan siang sudah ramai dengan ornamen merah putih.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Sore tadi, Sachio melangkah pelan menuju sofa dan mulai sibuk dengan handphone-nya. Ucapan salam yang biasanya menggema dan menjadi rutinitas yang awalnya lucu, tak terdengar. Aku memandang suamiku dengan tatapan bertanya. Tapi suamiku hanya mengangguk pelan.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Adzan Maghrib menggema, Sachio yang tak pernah meninggalkan musholla, tak beranjak dari sofa. Ketika suamiku mencoba mengingatkan, Sachio bertanya apakah boleh sholat di rumah saja. Dan suami tanpa membantah langsung meng-iyakan.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Begitupun ketika adzan isya datang, Sachio kembali meminta izin untuk sholat di rumah.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Ketika selesai makan malam, Suami bertanya kenapa Sachio sedih. Sachio langsung terlihat menahan tangis sambil bercerita, "Kenapa Chio kalah Ayah, padahal Chio bisa, lomba tadi Chio pinter tapi katanya Chio juara tiga".</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Bagi Chio, menang adalah juara satu. Padahal saat penyisihan lomba, dia selalu juara satu. Memang pada saat final, juara tiga.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Suami langsung mengingatkan Chio. "Kalau nggak mau kalah, nggak usah ikut lomba nak. Tapi kalau nggak ikut lomba, Chio nggak akan pernah tahu apakah kalah atau menang. Kalah menang adalah hal biasa nak, itu adalah salah satu cara untuk kita bisa menjadi lebih tangguh." </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Chio masih belum bisa menghilangkan kecewa di hati. Selalu begitu, setiap kali ada lomba, Chio belum bisa seratus persen menerima. Tapi Suami juga tak pernah lelah mengingatkan meskipun kadang aku yang mendengar juga bosan.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Alhamdulillah semakin kesini, Sachio semakin bisa menerima, meskipun selalu diawali dengan kesedihan dahulu.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Chio.. Chio.. Dibalik sikapmu yang lembut dan mandiri, masih banyak hal yang harus kau pelajari, salah satunya adalah sikap nerimo.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Terima kasih ayah, yang tak pernah lelah mengingatkan Chio jika salah, dan membimbing Chio selalu.</span></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-57425816237861805962023-08-18T20:22:00.000+07:002023-08-18T20:22:37.453+07:00Lelaki Berkulit Legam Dalam Ingatanku (The Man Called Juno) Part #3<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCCz1ta73EFwzmmystnBXz2kpzVZ789djJVRn4Li662CoWA7nT_2loGCpChqQPpoKezqRqVzESsWFPtgj_tSw7Q1JB7SBETUEwaCj7qvC4EB1CizllnC43szgsWcMw0tcpFY4GSNzDJOQgY8pe4gNLFa5ZIFmo3JY_ZrsvAwcLiVZrePODBY_pLmWGjR30/s548/Lelaki%20berkulit%20legam.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="548" data-original-width="399" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjCCz1ta73EFwzmmystnBXz2kpzVZ789djJVRn4Li662CoWA7nT_2loGCpChqQPpoKezqRqVzESsWFPtgj_tSw7Q1JB7SBETUEwaCj7qvC4EB1CizllnC43szgsWcMw0tcpFY4GSNzDJOQgY8pe4gNLFa5ZIFmo3JY_ZrsvAwcLiVZrePODBY_pLmWGjR30/w291-h400/Lelaki%20berkulit%20legam.png" width="291" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><br /></div><p class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Aku dan Kak Feri belajar bersama di ruang
depan. Sambil kembali menjelaskan mengenai KPK dan FPB, Kak Feri membuat
salinan rumus di buku tebal disampingnya. Kak Feri kelas tiga SMP dan langganan
juara. Kak Feri selalu menghindar setiap kutanya mau lanjut SMA kemana. Jawaban
basa basinya adalah belum tahu. Tapi aku menduga Kak Feri bohong. Ayah pernah
terpeleset omongan bahwa Kak Feri akan melanjukan Sekolah ke luar pulau. Aku
menduga paling jauh adalah Palembang, tapi Palembang bukan luar pulau.</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Tepat jam dua belas, adzan Dzuhur
berkumandang. Kak Feri menutup buku sambil menepuk kepalaku dengan sayang.</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">“Kakak yakin, Andin bisa menjadi yang
terbaik di kelas, pemahaman Andin sudah bagus,” ujar Kak Feri sambil berdiri
dan menyeret kursi ke belakang.</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">“Tapi bagaimana kalau hasilnya tidak
sesuai harapan?” aku menatapnya dengan ragu.</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">“Harus percaya diri dong Adek Kecil,”
sahut Kak Feri sambil tertawa.</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; mso-margin-bottom-alt: auto; mso-margin-top-alt: auto; text-align: justify;"><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;">Aku baru ingin membantah ketika Ayah
menghampiri Kak Feri menyuruhnya bergegas wudhu dan mengajaknya sholat ke
masjid besar di Kampung Sebelas. Rumah kami terletak di kampung tujuh, berjarak
sekitar lima ratus meter dengan masjid besar dan satu satunya di desa.</span><span style="color: black; font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 13.5pt; mso-fareast-font-family: "Times New Roman"; mso-fareast-language: IN;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #538135; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 20pt; line-height: 107%; mso-themecolor: accent6; mso-themeshade: 191;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #538135; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 20pt; line-height: 107%; mso-themecolor: accent6; mso-themeshade: 191;">Juno<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Minggu adalah hari libur
bagi teman-temanku. Kadang saat mengantar kopi keliling kampung aku menemukan
mereka bergelantungan di pohon Sawo di atas sungai besar yang membelah desa. Di
saat lain mereka<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berteriak senang
menangkap ular sawah dengan badan penuh lumpur atau bermain Benteng di lapangan
depan langgar. Anak perempuan lebih sering berlama-lama mandi dan mencuci di
batu besar pinggir sungai sambil bermain air. Setelah badan menggigil karena
hampir dua jam berendam di sungai mereka<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>akan duduk di akar Pohon Sawo dan membuka bekal yang dibawa dari rumah, makan
dengan lahap sambil berbagi lauk.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Dimanapun teman-teman
bermain dan menikmati hari, aku tidak menemukan sosok Andini. Kadang aku ingin
hari berganti cepat ke Senin sehingga aku bisa bertemu dengan si gadis jutek
itu. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Andini punya dunianya
sendiri. Dia hanya akan ditemui di ayunan tua di belakang rumah, memeluk buku
kesayangannya atau di meja ruang depan yang telihat<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>jelas dari seberang jalan. Asyik dengan buku
pelajarannya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Siang ini aku seharusnya
mengantar kopi ke warung toke Ihsan di perempatan. Kuambil jalan memutar ketika
pulang dan melewati rumah Andini. Ada motor Suzuki merah di parkir di bawah pohon
Nangka di depan rumah Andini. Itu motor sepupunya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Memuaskan rasa ingin
tahuku, sepedaku kuayun sepelan mungkin. Andini sedang berkonsentrasi dengan
buku di depannya. Dihadapannya, lelaki berkulit putih dengan rambut disisir
menyamping, tampak geli sendiri sambil memainkan ekor kuda Andini. Tanpa sadar
aku menarik tuas rem terlalu kencang hingga sepeda berhenti tiba-tiba. Andini
mengangkat kepala dan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>melihat ke arah
jalan raya, tempat aku berdiri mematung di atas sepeda. Raut mukanya berubah
cepat menjadi kaku. Dipalingkan cepat kepalanya kembali menekuni apa yang tadi
diabaikannya sesaat.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman", serif; font-size: 14pt;">Kukayuh sepeda sekencang
yang kumampu. Mengapa aku harus peduli apa yang dilakukan Andini. Aku bahkan
tak berteman dengannya. Tapi aku tahu setiap malam aku membayangkan bisa dekat
dengan Andini, menjadi temannya, mengajarinya lompat jauh, lompat tinggi dan
permainan bola kasti.</span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku ingin menjadi teman
Andini. Aku ingin mendengar ia berbicara tentang novel-novel yang dibacanya.
Aku ingin mengajarinya membuat pantun. Aku pintar membuat pantun dan puisi,
Andini seharusnya tahu itu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Tapi setiap kali aku
ingin meyapa Andini, ucapan uwak Marzuki kembali terngiang di telingaku. Desas-desus
orang kampung memang sampai di telingaku. Juno anak titipan. Juno anak buangan.
Anak penunggu kebun. Anak siluman. Setiap kali ingin membantah, aku melihat
kembali kulit legamku. Dan aku menyerah pada takdir yang entah akan membawanya
menjadi apa.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Sebentar lagi ujian
sekolah. Aku tahu aku tak akan lama lagi bisa melihat Andini. Lepas SD, kakeknya
pasti akan menyekolahkannya di SMP terbaik di kota, mungkin di Palembang.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Waktuku tidak banyak. Aku
harus bicara pada Andini. Aku hanya punya kesempatan sekarang, sebelum
kelulusan. Aku harus mengembalikan buku tulis Andini dan meminta maaf atas
semuanya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aneh rasanya membayangkan
sekolah tanpa melihat si kutu buku jutek itu. Apakah aku bisa meminta bapak
untuk menyekolahkanku ke kota juga agar bisa satu sekolah kembali dengan
Andini. Tapi secepat khayalanku datang, secepat itu juga kutepis. Mana mungkin
anak buangan sepertiku bisa bersekolah di kota seperti Andini. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku tak pernah tahu masa
depan apa yang akan menjemputku. Hingga pada suatu sore yang gerimis, sebuah
mobil Hardtop merah melintas di desa dan berhenti tepat di depan rumahku. Dan
sejak saat itu garis hidupku berubah total. Aku bukan lagi Juno si anak
buangan. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-family: "Times New Roman",serif; font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku Juno Damari bukan
anak siluman...</span><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face="Roboto, Helvetica, Arial, sans-serif" style="background-color: white; box-sizing: border-box; color: #333333; font-size: 13px; font-weight: 700; text-align: start;"><i style="box-sizing: border-box;"><span style="box-sizing: border-box; font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Bersambung...</span></i></span></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-51473612960414496202023-06-08T10:09:00.003+07:002023-06-08T10:09:41.436+07:00 TEKS MUHASABAH<p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><i></i></b></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><b><i><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeGrfcalrXKny1RXbnRzl99R6trLTk51Tm6Oksjtw8pB3DPXHeHiau38BNvttgg8Uefz9tVLeHftHSZeZ7ChUjA42vtaUo3H3y0imvThpBpEyFZFndiWyxdadefep3h5f-0RKjuxK1rvyz8T-0u5dFHwbOI2ux3-OIn5MMeuCwJ_inSzEcqVP3PDmpkA/s720/foto%20teks%20muhasabah.jpg" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="540" data-original-width="720" height="300" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgeGrfcalrXKny1RXbnRzl99R6trLTk51Tm6Oksjtw8pB3DPXHeHiau38BNvttgg8Uefz9tVLeHftHSZeZ7ChUjA42vtaUo3H3y0imvThpBpEyFZFndiWyxdadefep3h5f-0RKjuxK1rvyz8T-0u5dFHwbOI2ux3-OIn5MMeuCwJ_inSzEcqVP3PDmpkA/w400-h300/foto%20teks%20muhasabah.jpg" width="400" /></a></i></b></div><b><i><br /><span lang="EN-US" style="color: #4472c4; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US; mso-themecolor: accent1;"><br /></span></i></b><p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><i><span lang="EN-US" style="color: #4472c4; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US; mso-themecolor: accent1;">Untuk Anakku
tersayang</span></i></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><i><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Bolehkan Ibu ingin sedikit bercerita….. <o:p></o:p></span></i></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Suatu pagi aku terbangun, wajah kecil anakku yang
tertidur lelap membuatku tertegun. Tiba-tiba aku teringat bentakan kerasku tadi
malam, hanya karena anakku lupa merapikan peralatan sekolahnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">“Anakku, mungkinkah aku terlalu keras padamu.”<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">“Tapi bukankah yang kuinginkan adalah yang terbaik
untukmu juga nak.”<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Aku ingin kau menjadi anak yang hebat dan bahagia. Kau
harus lebih daripada ibu sekarang.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Nak, maaf jika Ibu sering membandingkanmu dengan yang
lain bahkan kepada kakakmu sendiri. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Nak maafkan Ibu yang terlalu banyak meminta, ibu lupa
nak, kau hanyalah anak kecil yang sedang belajar memahami sekitarmu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Maafkan Ibu nak, Ibu terus dan terus menasihatimu
padahal yang kau butuhkan bukan nasihat tapi teladan dari ibu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Ibu marah ketika kau lalai mengerjakan tugasmu,
padahal ibu sering menunda kewajiban ibu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Ibu marah melihatku merengek meminta ini itu padahal
kau hanya ingin perhatian ibu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Ibu lupa nak, yang kau butuhkan bukan nasihat tapi
kasih sayang dan perhatian dari ibu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Ibu lupa kapan terakhir kali ibu memujimu, <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Ibu lupa kapan terakhir kali menemanimu bermain<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Ibu lupa kau adalah anak ibu, yang seharusnya lebih
sering didekap dengan sayang dibanding bentakan dan ancaman.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Kapan terakhir kali Ibu mengecup keningmu nak, iya ibu
ingat, ibu mengecup keningmu dengan tergesa, ketika mengantarku ke sekolah,
hanya sebuah rutinitas bukan keikhlasan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Nak, belum terlambat bukan, jika ibu ingin memperbaiki
kesalahan ibu<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Jadikan ibu sahabatmu nak, jangan benci ibu. Ibu akan
selalu mendampingimu hingga kelak kau sudah besar dan bisa mengepakkan sayapmu
sendiri terbang menggapai cita dan asamu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Nak, kau adalah peniru ulung, kau mungkin salah
mendengar nasihat ibu, tapi kau tak pernah salah meniru.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-ansi-language: EN-US;">Jika hadiah terbaik dari seorang ayah pada anaknya
adalah pendidikan dan pengasuhan, hadiah terindah dari seorang ibu adalah kasih
sayang..</span><span lang="EN-US" style="background: white; color: #333333; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"> </span><span style="background: white; color: #333333; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="background: white; color: #4472c4; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-themecolor: accent1;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><i><span style="background: white; color: #4472c4; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%; mso-themecolor: accent1;">Untuk Ibu-ibu Hebat dimanapun berada,<o:p></o:p></span></i></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="background: white; color: #333333; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">"Anak-anak tidak pernah baik dalam mendengarkan orang yang lebih
tua. Namun, anak-anak tidak pernah gagal dalam meniru orang yang lebih
tua." - J<b><i>ames Baldwin. </i></b><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="background: white; color: #333333; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Tak perlu pergi ke ujung dunia untuk belajar tentang cinta dan
keikhlasan karena pelajaran itu <b><i>dapat kau lihat dari sosok seorang
ibu."</i></b> <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="background: white; color: #333333; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">"Siapakah yang paling setia mendoakan anak dan paling tulus
mencintai kebaikan serta keburukan sang anak? <b><i>Orang tua.”</i></b><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="background: white; color: black; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">Bu,
kamu adalah sahabatku, guru pertamaku dan pembimbingku. <b><i>Apa pun aku hari
ini, adalah karenamu."<o:p></o:p></i></b></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="background: white; color: black; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">"Jika
mentari tenggelam dan meredupkan cahayanya, <b><i>cinta dan kasih ibu kepada
anaknya tak akan pernah hilang hingga akhir hayatnya."<o:p></o:p></i></b></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="background: white; color: black; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;">"Seorang
ibu adalah dia yang dapat menggantikan semua yang lain tetapi yang tempatnya
tidak dapat diambil orang lain." - <b><i>Cardinal Mermillod<o:p></o:p></i></b></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><i><span style="background: white; color: black; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></i></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b><i><span style="background: white; color: black; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></i></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b><span style="background: white; color: black; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt;">Surabaya, 10 Juni 2023<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="line-height: normal; margin-bottom: 0cm; text-align: justify;"><b><span style="background: white; color: black; font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt;">Untuk Semua Ibu Hebat Puri Cendekia</span></b><span lang="EN-US" style="font-family: "Segoe UI",sans-serif; font-size: 12.0pt; mso-ansi-language: EN-US;"><o:p></o:p></span></p><br /><p></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-83280420809701097182023-05-15T08:08:00.000+07:002023-05-15T08:08:28.019+07:00Sahabat Masa Kecilku #1<p dir="ltr"><a href="http://lh3.googleusercontent.com/-MgnZG8l1HQ4/VT2KfrS9SHI/AAAAAAAAAS0/CsP5nzKz2Lk/s1600/20150427075448.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="http://lh3.googleusercontent.com/-MgnZG8l1HQ4/VT2KfrS9SHI/AAAAAAAAAS0/CsP5nzKz2Lk/s640/20150427075448.jpg" /></a></p><p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins;"><br /></span></p><p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Aku mengingatmu.<br />
Kau yang selalu menjaga jarak aman dariku.<br />
Dengan badan tegap dan kulit kecokelatan yang kau dapat dari keseharianmu, fisikmu jauh melampaui teman-temanmu.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Tak seperti kami, kau selalu datang terlambat.<br />
Dengan badan penuh keringat dan seragam yg tampak lusuh, kau menjelaskan alasanmu.<br />
Sekilas kulihat rona malu membanjiri wajahmu ketika teman sekelas kita mulai menyorakimu.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Kau tak pernah dekat denganku.<br />
Bahkan kupikir kau sengaja menjauhiku.<br />
Kau terlihat sebal setiap kali aku dianakemaskan guru.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Kau mungkin tak pernah tahu, <br />
Betapa aku ingin berteman denganmu.<br />
Betapa aku ingin menjadikan kau sahabatku.</span></p>
<p dir="ltr"></p><p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Kau mungkin mengira</span></p><p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">
Aku hanyalah anak manja<br />
Yang selalu mendapatkan hak hak istimewa karena aku anak kepala sekolah.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Aku mencarimu<br />
Mencari khabarmu di setiap kepulanganku.<br />
Tapi kau menghilang.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Hingga saat ini, aku masih merindukanmu<br />
Sahabatku.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">#SahabatMasaKecil</span></p>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-16549585248665223602023-05-12T15:02:00.001+07:002023-05-19T07:38:27.618+07:00Pempek Kates Perumnas<p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tahu dong makanan khas Palembang.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Iya bener, Pempek.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Meskipun kalau mau disebutkan sebenarnya enggak cuma itu, ada Model, Tekwan, Mie Celor, Tempoyak, Pindang, Kemplang daaaan banyak lagi.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Kami di pelosok enggak terlalu banyak makan pempek ikan karena memang di pelosok susah cari ikan belida atau tenggiri yang jadi khas bahan pempek.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku ingat, aku mulai mengenal makanan orang kota ketika pertama kali datang ke Kabupaten Lahat. Iya, aku disekolahkan di SMP Kabupaten, sekolah terbaik di Kabupaten, Sekolah Orang Berduit karena memang bayarnya cukup mahal bagi kami yang biasa sekolah di pelosok.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku tinggal di Perumnas, rumah milik Mami Papi yang kosong. Aku tinggal di Perumnas ditemani Cik Nis almarhumah, adik Mami.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Di Perumnas aku punya banyak tetangga yang baik hati. Di Perumnas kami punya langganan bakso dan pempek. Pempek yang kumaksud adalah pempek kates.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Pempek Kates bentuknya persis seperti pempek kapal selam dengan bentuk yang lebih kecil dan isi di dalamnya adalah tumisan kates muda yang sangat nikmat. Pertama kali makan langsung jatuh cinta. Dicelup di cuko pempek yang kental, hitam dan pedas rasanya sangat enak.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Pempek Kates ini dijual keliling oleh seorang makcik. Setiap jam empat sore. Aku selalu tak sabar menunggunya dan harganya pun sangat murah yaitu lima ratus rupiah.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Sejak pertama kali menikmati pempek kates khas di Kota Lahat, lidahku selalu merindukannya, hingga saat ini.</span></p><p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_2bEDum719J-7kTZ-Af8W92vm3BDobLBQDA_c6r4VJjki80QwDNJtFA-e3QS9DjPVq0cbY7IUO1zq9UrUOoUUY05FtsIYU_RQXUwbDUDJsS078T5o-fa60ZaE1XR_UebjByuATywKOM2OlfA04nGlQuCh-qUykWI6mAvxjoQGqBdCGM3gYBaa__BtpA/s1044/Pempek%20kates%20perumnas.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="color: black;"><img border="0" data-original-height="1044" data-original-width="596" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEh_2bEDum719J-7kTZ-Af8W92vm3BDobLBQDA_c6r4VJjki80QwDNJtFA-e3QS9DjPVq0cbY7IUO1zq9UrUOoUUY05FtsIYU_RQXUwbDUDJsS078T5o-fa60ZaE1XR_UebjByuATywKOM2OlfA04nGlQuCh-qUykWI6mAvxjoQGqBdCGM3gYBaa__BtpA/w366-h640/Pempek%20kates%20perumnas.jpg" width="366" /></span></a></div><span style="font-size: medium;"><div><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;">Sekarang gerai pempek di mana-mana dengan embel-embel khas Palembang Ilir, Khas Wong Kito Galo. Varian yang dijual juga banyak dari mulai kapal selam, lenjer, pempek tahu, pempek adaan, pempek keriting, pempek kulit tapi tidak</div><div style="text-align: justify;">ada satupun yang jual pempek kates.</div></span><p></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Entah kenapa Pempek Kates ini sangat langka, apa mungkin ini khas dari Kabupaten Lahat saja hingga susah dicari.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Satu yang pasti, pempek favoritku adalah Pempek Kates.</span></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-72032333758942955342023-05-11T07:45:00.002+07:002023-05-19T07:42:43.973+07:00Rak Buku Rahasia Milik Papi<p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: medium;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyueh3L5BMWAWNpY_S-ZxHkfaqqQ2qbC4tla4WO9h9cy_NDJaaHiOBXL5B0LFx-zEaIILdGUdtJkW6h9W89_VxHiDsD9FMaKUOkh27IpixvJzCfPP8Mdarsqwi6UJzqF4EfWWazJiuTJj1HxTYDr5mY0yWk9pY5ccP0p9TwEUGV1QI60eEC9MnI58LRA/s1122/Rak%20buku%20rahasia%20milik%20papi.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1122" data-original-width="793" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgyueh3L5BMWAWNpY_S-ZxHkfaqqQ2qbC4tla4WO9h9cy_NDJaaHiOBXL5B0LFx-zEaIILdGUdtJkW6h9W89_VxHiDsD9FMaKUOkh27IpixvJzCfPP8Mdarsqwi6UJzqF4EfWWazJiuTJj1HxTYDr5mY0yWk9pY5ccP0p9TwEUGV1QI60eEC9MnI58LRA/w453-h640/Rak%20buku%20rahasia%20milik%20papi.jpg" width="453" /></a></span></div><span style="font-size: medium;"><br /><span>Papiku seorang pengajar.</span></span><p></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Papiku adalah seorang pembaca.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Papiku adalah orang pertama yang mengenalkan buku kepadaku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tinggal di pelosok Provinsi Sumatera Selatan, aku hidup di kaki Gunung Dempo yang dipenuhi tanaman teh. Pagi dan malam udara membuat tubuh kami menggigil. Aku tinggal di dusun kecil jarak satu hutan dengan kecamatan Muara Pinang.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Papiku dan Mamiku adalah kepala sekolah dan sekolahku adalah bangunan paling ujung dari dusun yang berbatasan langsung dengan hutan lebat, tapi kali ini aku tidak ingin bercerita tentang sekolahku dan kampungku, aku ingin membagikan cerita tentang kesukaan pertamaku pada buku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><i>One of the advantage of principal in that era is you could keep the book in your house if your school have no place for it.</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Papi punya rak rahasia yang tidak boleh dipegang kecuali atas ijinnya. Rak rahasia papi berisi buku-buku sastra yang sangat bagus. Beberapa yang kuingat adalah Buku buku terbitan Balai Pustaka seperti Siti Nurbaya, Dendam Tak Sudah, Atheis, Dibawah Lindungan Ka'bah, Perempuan Di Sarang Penyamun, Sengsara Membawa Nikmat dan banyak lagi buku-buku yang sekarang seolah asing di telinga kita.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Ketika itu aku masih kelas empat, dan entah kenapa meskipun tidak pernah les dan belajar calistung atau lainnya meskipun tinggal di dusun, di pelosok yang jauh dari pembangunan aku bisa membaca dengan sangat lancar.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Papi melihat ketertarikanku dengan buku, akhirnya menawarkan sebuah perjanjian jika aku bisa menamatkan satu buku dalam satu hari aku boleh membaca buku Papi.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku bahagia dengan tawaran Papi.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Alhamdulillah setiap hari sepulang sekolah aku akan tak sabar membaca buku dari Papi.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Buku pertama yang kupilih adalah Atheis, buku dengan cover hitam tebal. Tapi Papi bilang jangan langsung yang berat. Aku memilih buku lainnya dan pilihanku jatuh pada Buku Sengsara Membawa Nikmat. Aku membaca buku sampai habis dan malamnya aku mengembalikan buku yang selesai kubaca. Papi tidak banyak bicara hanya bertanya apakah aku menyukai ceritanya, dan aku menjawab suka.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku masih giat membaca sampai akhirnya buku di rak rahasia Papi habis dan aku dikenalkan dengan buku-buku cerita anak SD dari mulai fabel sampai cerita pahlawan seperti Kisah Hang Tuah, Gadjah Mada dan lainnya.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Dari banyak buku yang kubaca, aku paling suka buku di rak rahasia Papi. Papi bilang itu adalah buku dengan kualitas terbaik karena ditulis oleh sastrawan hebat yang kelak akan selalu diingat dan dikenang. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku sempat berdiskusi tentang buku Atheis, tapi Papi bilang aku masih terlalu kecil untuk mengerti. Tapi Papi selalu berkata, jangan berhenti membaca karena buku adalah jendela dunia. Mungkin karena kesukaanku yang besar dengan buku akhirnya Papi mengirim aku ke sekolah yang menurutku aneh bagi anak dusun sepertiku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Iya, lepas SD aku dikirim ke kabupaten dengan angkutan yang kupanggil taksi. Taksi adalah angkutan seperti angkot di Pulau Jawa.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Di sekolah ini, aku melanjutkan hobbyku membaca. Aku bersyukur Papi menyekolahkanku di sekolah ini. Di sekolah ini aku bisa menghabiskan banyak buku dan mengenal banyak pengarang hebat yang sampai sekarang masih menjadi idolaku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku akan bercerita tentang masa SMP-ku yang luar biasa di cerita selanjutnya.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Terima kasih Papi, yang sudah mengenalkanku dengan buku, tidak melarangku untuk memegang buku-buku kesayangan Papi dan selalu memberikanku semangat yang untuk membaca dan terus membaca.</span></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-74825248359507231922023-05-10T08:00:00.003+07:002023-05-19T07:44:07.635+07:00Benarkah Temanku Bukan Prioritasku lagi?<p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: medium;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTgBXddnlP4OW9XI0XbEp3-se0BeCDM5L2YRWiNHBhG4QHO3ABDhrz7i66itoFjYUvT4AZiIHFhDgpU31YviSqNy_wwmCcDBonQWP9kQN_Vz8hkztrRLEXwIQS2X_Yaw_271GMWvGUL6Zaz84RU8F9TD2mqwxlL2DJXQBlXXPoxHhe8UvYgbJ3pKQGnw/s1280/Its%20About%20priority.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="720" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhTgBXddnlP4OW9XI0XbEp3-se0BeCDM5L2YRWiNHBhG4QHO3ABDhrz7i66itoFjYUvT4AZiIHFhDgpU31YviSqNy_wwmCcDBonQWP9kQN_Vz8hkztrRLEXwIQS2X_Yaw_271GMWvGUL6Zaz84RU8F9TD2mqwxlL2DJXQBlXXPoxHhe8UvYgbJ3pKQGnw/w360-h640/Its%20About%20priority.jpg" width="360" /></a></span></div><span style="font-size: medium;"><br /></span><p></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Suatu hari notifikasi muncul di gawaiku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku masih asyik dengan Novel <i>Robert Galbraith</i> ketika notifikasi lain muncul.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Kisah <i>Robin</i> dan Si Raksasa <i>Cormoran Strike</i> lebih menarik perhatianku daripada denting notif di gawaiku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jam 3 sore, anak lelakiku sudah sibuk menyiapkan sarung dan sajadah bersiap berangkat ke Musholla.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku meletakkan novel setebal 560 halaman di nakas dekat tempat tidur dan mulai beranjak ke arah dapur.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Kesibukanku baru berhenti tepat di jam 16.30, bersiap mandi dan sholat ashar.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Lepas Maghrib aku baru sempat melihat gawaiku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Pesan bertubi datang dari group kecilku. Ajakan untuk kumpul bersama disambut riuh oleh temanku. Sambil saling bersahutan menentukan tempat bertemu. Aku tersenyum membaca pesan mereka, sambil berpikir alangkah indahnya jika nanti kami bisa bertemu disela kesibukan kami masing-masing yang seakan memenjarakan kami.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tiba-tiba aku teringat, hari yang disepakati adalah hari aku dijadwalkan bertemu dengan salah satu temanku untuk pembahasan penting.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aduh jadi enggak enak mau komen sementara yang lain sibuk memanggil namaku untuk memberikan respon.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Akhirnya aku memberanikan diri menulis permintaan maaf tidak, bisa ikut.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tentu banyak hati yang kecewa, termasuk diriku </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tapi aku juga tak bisa mengganti hari. Ah mungkin belum rejeki saja, <i>next time</i> pasti bisa.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Sambil melanjutkan novel yang tadi kubaca tiba-tiba aku teringat ini sudah kali ketiga kami tidak bisa <i>meet up</i>.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Dan lebih banyak aku yang selalu berbenturan jadwal padahal diawal selalu aku yg diminta menentukan tanggal. Dan entah kenapa selalu ada jadwal dadakan yang membuat acara kami batal.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku mulai menutup novel dan berpikir lama.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku mulai merasakan perasaan bersalah kepada teman temanku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku ingat dulu aku selalu bisa menemukan waktu untuk berkumpul atau sekedar melepas rindu.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Kadang kami rujakan, makan bakso bareng atau sekedar nyemil gorengan di teras rumah.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Apakah karena sekarang aku bekerja aku mulai susah mengatur waktu. Apakah sekarang waktuku habis untuk bekerja.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tapi aku selalu bisa menyempatkan diri untuk jalan-jalan, disela-sela sambangan Kakak di Pondok Pesantren. Aku juga selalu menyempatkan kulineran di tempat makan favorit di akhir pekan. Tapi aneh kenapa aku selalu berbenturan jadwal dengan acara <i>meet up group</i> kecilku?</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tiba-tiba aku seperti tertampar.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><i>Astaghfirullah</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Apakah aku mulai menepikan teman temanku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Apakah aku mulai mengesampingkan <i>group</i> kecilku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Apakah mereka bukan lagi prioritasku?</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Apakah aku sudah meletakkan mereka di tempat yang bukan prioritasku lagi?</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Iya... aku bukan terlalu sibuk</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku bukannya sudah punya janji dengan yang lain.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Yang aku lakukan adalah menempatkan mereka sebagai prioritas kedua.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jika saja aku masih menempatkan <i>group</i> kecilku di prioritasku, aku akan selalu menemukan waktu yang tepat untuk <i>meet up</i>.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Maafkan aku temanku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Maafkan aku..</span></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-28017897339189150512023-05-09T08:35:00.004+07:002023-05-19T07:45:34.222+07:00MILES, The Unfair Anvantages<p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"> </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Apa itu <i>MILES?</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Sebuah video tiktok lewat di beranda.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Ups.., ketahuan deh punya aplikasi Tiktok.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tapi Bismillah selama digunakan untuk hal yang bermanfaat masih diperbolehkan.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Cerita inspiratif pertama kali kita dengarkan, pasti akan membuai pendengarnya, termasuk saya.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Sangat menyenangkan mendengarkan seorang mentor bicara. <i>Adrenalin</i> meningkat, sikap pesimisme hilang, semangat membara dan tak sabar ingin melakukan apa yang diajarkan sang mentor.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Pulang dari acara, kata-kata penyemangat masih lalu-lalang di kepala, sambil rebahan membayangkan kesuksesan yang ada di depan mata, mulai menghitung cuan dan tertawa sendiri bahagia.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tapi setelah beberapa hari, kata-kata itu mulai tak berarti, pesimisme muncul, ternyata tak semudah itu menjadi sukses. Mulai lelah dengan usaha yang tak terlihat progressnya. Akhirnya menyerah.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Sang mentor lupa menyampaikan materi ini.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Sang mentor sibuk membuai peserta.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Ada banyak faktor yang sangat mempengaruhi kesuksesan seseorang.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tak banyak orang memilikinya.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Sehingga disebut <i>Unfair Anvantages.</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Apa saja itu?</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><i>M for Money</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Orang yang sudah tajir dari lahir pasti lebih mudah untuk sukses, karena <i>Money is everything</i> lah. Semua bisa diatur jika punya <i>Money</i>. Semua lebih mudah didapat dengan adanya <i>Money</i>. Beda cerita kalau kita tidak punya <i>Money.</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Singkat cerita <i>Money make everything possible.</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><i>I for Intelligence</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jika kita dibesarkan dalam keluarga yang mampu dan berkecukupan dengan makanan bergizi, tingkat inteligensi kita tentu berbeda dari keluarga yang tidak mampu meskipun tidak selalu. <i>Intelligence</i> ini sangat menentukan dengan daya saing kita ketika mulai berkompetisi. Orang yang terlahir dengan Intelegensi tinggi pasti lebih <i>capable</i> dibanding yang Intelegensinya rendah.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><i>L for Location</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Lokasi atau tempat kita berada berpengaruh pada peluang kesuksesan kita. Orang yang dibesarkan di kota dengan banyak kesempatann yang bisa dicoba, dengan segala kemudahan, pasti akan lebih berhasil dibanding orang yang terlahir dan besar di pinggiran atau kota kecil yang semua serba sulit untuk digapai </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><i>E for Education.</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Banyak yang bilang ijazah tak penting, pendidikan tak penting. Mungkin untuk beberapa keahlian seperti petani atau pedagang kecil ijazah dan pendidikan adalah hal kesekian. Tapi ditengah gempuran tekhnologi dan berkembanganya semua sektor, pendidikan sangat menentukan. Setiap posisi pasti menginginkan orang yang benar-benar <i>expert</i> di bidang itu. Jadi salah satu yang mempengaruhi kesuksesan tentu pendidikan atau <i>Education</i>.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><i>S for Status</i></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Strata, kedudukan, jabatan serta kasta adalah salah satu yang masuk dalam <i>unfair anvantages</i>. Bukan rahasia jika anak pejabat pasti lebih mudah dibanding anak petani. Jabatan, kedudukan adalah faktor yang mempengaruhi proses sukses seseorang </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Pertanyaannya</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jika kita tidak punya 5 hal yang disebutkan diatas apakah kita masih berpeluang menjadi sukses?</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jawabannya Tentu Bisa</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Masih banyak <i>anvantages</i> lain yang bisa kita gunakan.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Lebih detail di posting berikutnya.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-size: medium;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRKJRlssnC6J1DFZDzuMw9lYU1AxL64osIrsPUMf68sHPuV3ZNZAZpl29cizCmb0davgBx7kU-0JJmDhhV0iYtHEyAmEDFehDCFziTYG4pABxm_PEdXWDpjvMqrA_IHBvKC9d73zTNVyC8GMwc4cIfMjyS_SFnl9n6bJI_RuAdrFjb_YqDAX62-unFeQ/s1280/Miles%20unfair%20advantages.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="1280" data-original-width="729" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgRKJRlssnC6J1DFZDzuMw9lYU1AxL64osIrsPUMf68sHPuV3ZNZAZpl29cizCmb0davgBx7kU-0JJmDhhV0iYtHEyAmEDFehDCFziTYG4pABxm_PEdXWDpjvMqrA_IHBvKC9d73zTNVyC8GMwc4cIfMjyS_SFnl9n6bJI_RuAdrFjb_YqDAX62-unFeQ/w364-h640/Miles%20unfair%20advantages.jpg" width="364" /></a></span></div><span style="font-size: medium;"><br /></span><p></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-91666632201583511012023-05-08T09:00:00.004+07:002023-05-19T07:47:44.147+07:00Mami Ingin Aku Jadi Guru?<p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jika ingin mengurai sejarah, hampir semua orang
disekelilingku adalah guru.</span></p><p class="MsoNormal"><span style="font-size: medium;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Mami Papiku adalah Kepala Sekolah SD berpuluh puluh tahun di
SD negeri di pelosok Sumatera.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Adikku Guru Bahasa SMA, adik iparku guru SMA.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Keluarga Papiku di Yogyakarta hampir semuanya guru dari mulai TK,
SMP, STM hingga SMA.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku terlahir di lingkungan pengajar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jika liburan tiba, aku disuguhi cerita beraneka<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>macam tentang kejadian di sekolah. Setiap
hari aku diajak berdiskusi tentang murid-murid Mami Papi. Setelah dewasa aku
mulai mengenal istilah-istilah sertifikasi, RPP, evaluasi kualitatif, evaluasi
kuantitatif, <i>project</i>, buku panduan mengajar dan lainnya.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Secara tidak sadar, aku diajak masuk kedalam dunia guru. Aku
jadi ingat pesan Mamiku, "Kalian anak anak Mami, kalo idak jadi guru, yo
jadilah tenaga kesehatan," kami yang waktu itu masih kecil tidak begitu
mendengarkan, tapi aku pernah bertanya, "kenapo cak itu Mami?, kenapo idak
boleh jadi lainnyo?" Dan Mami menjawab, "Yo kalo jadi guru kan
melanjutkan profesi Mami Papi, kalo jadi tenaga kesehatan kan pacak ngerawat
Mami Papi kalo lah tuo".</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Cukup lama baru aku menyadarinya, itu adalah keinginan sederhana
dari orang tua, berharap anaknya bisa menjadi anak yang berhasil dan juga
berbakti meskipun dikatakan dengan kalimat yang sederhana dan<i> to the point</i>.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Lepas SMA aku mencoba kuliah di Akademi Gizi Poltekes Yogyakarta.
Alhamdulillah aku senang dan menikmati. Lepas dari kuliah aku tidak tertarik
untuk kerja di Rumah Sakit ataupun Puskesmas seperti teman yang lainnya.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku sendirian mencoba masuk di dunia farmasi.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Alhamdulillah bergabung di Perusahaan Farmasi terbesar di
Indonesia aku dapat banyak pengalaman dan juga cuan, haha..<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tapi setelah 8 tahun aku mulai tertarik untuk kembali
kebidang awal aku kuliah yaitu ahli gizi.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku pindah menjadi Ahli Gizi di perusahaan PMA besar dan
bertahan hingga 5 tahun sampai akhirnya aku harus resign dengan banyak
pertimbangan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Di tengah perjalananku sebagai Ahli Gizi, aku<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tertarik dengan bidang yang dulu sempat
kusisihkan. Setelah menjadi bagian dari <i>Tsundoku,</i> hihi... Aku ingin menikmati
karya luar yang aseli dan aku akhirnya mencoba tantangan baru kuliah sambil
bekerja dan bidang yang kuambil adalah Sastra Inggris sesuai dengan minat dan
kegilaanku pada buku.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jadi sebenarnya siapa sesungguhnya aku?</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku masih sangat ingat kuliah Dietetika, Patologi Klinik,
THP, Gizi Masyarakat. Aku juga masih suka utak-atik menu diet sambil menghitung
jumlah kalori setiap porsi makanan. Aku suka memberikan konsultasi tentang ilmu
gizi dan diet, aku menyukai semua hal tentang Gizi meskipun tak selalu aku praktekkan dalam keseharian, ups..<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku selalu bergidik melihat minyak yang dipanasi berkali kali, ingat tentang wejangan salah satu dosenku tentang itu. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Disisi lainnya,</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><i>I love english, I love making conversation in english. I
love practice it with people around me. I am far from expert but I am in love
with english language.</i><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Banyak novel sederhana level<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><i>beginner</i> yang sudah kutuntaskan. <i>Classic genre is one of my favs.</i> Dengan
kuliah di Sastra Inggris aku jadi semakin tahu tentang sastra dan buku-buku
yang wajib kubaca. <i>I love reading much and<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>I lcollect books<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>like a psyco,</i>
haha.. Aku bahkan punya banyak koleksi yang mungkin hanya seperempat yang baru
kubaca. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Dan,</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Ketika akhirnya aku memutuskan untuk <i>resign</i>.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Sebuah kesempatan datang.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku diminta untuk menjadi guru, lebih tepatnya Guru Bahasa
Inggris di sebuah lembaga TK.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Iya benar TK, Taman Kanak Kanak.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Dan lucunya aku menikmatinya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Apakah ini<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>jawaban
dari doa Mami?<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Yang pasti aku menyukainya.</span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiYWNeWPogup6tq8Y4sm3fW9lYRt1TSUlhv49v-8iWr_WMWN3BERp9ljmJLpO7R84Ad-qTLMPdWjW2o5E2X4DHrJCKYl87h5JZlAPMsopeZLa3YLMx_jUnxc0qxh94VLSPkDssRvnC19k1XqQRCOApAyNOWny3U5-QM714rvbMZnVWt9mY2CSlXssHwg/s1080/Aku%20ingin%20jadi%20guru.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-size: medium;"><img border="0" data-original-height="1080" data-original-width="1080" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhiYWNeWPogup6tq8Y4sm3fW9lYRt1TSUlhv49v-8iWr_WMWN3BERp9ljmJLpO7R84Ad-qTLMPdWjW2o5E2X4DHrJCKYl87h5JZlAPMsopeZLa3YLMx_jUnxc0qxh94VLSPkDssRvnC19k1XqQRCOApAyNOWny3U5-QM714rvbMZnVWt9mY2CSlXssHwg/w400-h400/Aku%20ingin%20jadi%20guru.jpg" width="400" /></span></a></div><span style="font-size: medium;"><br /><o:p></o:p></span><p></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jadi bagaimana bisa aku menjadi guru?</span><o:p></o:p></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-48305275923296712302023-05-04T20:53:00.004+07:002023-08-18T20:25:25.208+07:00Lelaki Berkulit Legam Dalam Ingatanku (The Man Called Juno) Part #2<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOXr2kKb_9MMTkGAZ5Wg7nDDxKaf9yN3BpHJWiM3E5HB6E8hNruYSyMt-uutnJcamN-znJA8M_IJvPOvqluYa02t891IZmzY17F0gynScPHIj4RevzpyBEV6wri0lDgM5dn5nh5v_nPEyg01hEybvPpCdJ9y8M1x86V1zdwcapuMclbLtp4FdYM3NmBw/s548/Lelaki%20berkulit%20legam.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="548" data-original-width="399" height="400" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjOXr2kKb_9MMTkGAZ5Wg7nDDxKaf9yN3BpHJWiM3E5HB6E8hNruYSyMt-uutnJcamN-znJA8M_IJvPOvqluYa02t891IZmzY17F0gynScPHIj4RevzpyBEV6wri0lDgM5dn5nh5v_nPEyg01hEybvPpCdJ9y8M1x86V1zdwcapuMclbLtp4FdYM3NmBw/w291-h400/Lelaki%20berkulit%20legam.png" width="291" /></a></div><br /><p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Jalanan desa penuh dengan siswa-siswi berseragam merah putih.
Sekolah kami terletak di ujung desa berbatasan langsung dengan hutan Meruang
yang terkenal angker. Rombongan babi hutan seringkali terlihat menyeberang pada
jam enam ketika anak anak piket pagi.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku melewati Andini yang berjalan sendiri menenteng novel
selebar buku tulis yang dibawanya sejak selasa. Anak ini kutu buku, aku tahu
koleksi buku ayahnya sangat banyak. Aku pernah beberapa kali mampir ke rumah
Kakeknya di hulu desa membawa kopi mentah untuk ditimbang. Di meja kayu
panjang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di sisi teras samping, ada foto
Andini dan Ayah Ibunya berlatar ribuan buku dari rak-rak kayu hitam. Andini
berumur enam tahun di foto itu tampak bahagia dipangku orang tuanya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Andini adalah gadis kecil yang kesepian. Teman baiknya adalah
koleksi buku buku ayahnya. Tak punya saudara, tak punya teman dan tak punya
kerabat. Ayahnya perantauan dari Jawa, Ibunya anak tunggal dari Uwak Marzuki.
Satu-satunya teman yang terlihat dekat dengan Andini adalah Feri, sepupu jauhnya
yang sekarang duduk di kelas tiga SMP. Tapi SMP terdekat berjarak hampir lima
belas kilometer di dekat Pasar Baru di kecamatan, jadi mungkin hanya seminggu
sekali Andini bisa bertemu sepupunya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Meli pernah berkata Andini itu aneh, dia sering tertawa sendiri
ketika membaca dan seperti berbicara sendiri di lain waktu. Bagiku itu juga
aneh.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku pernah menegur Meli agar lebih akrab dan bersikap baik
dengan teman sebangkunya. Meli balas melotot dengan marah “Kenapa tak kau
sendiri yang akrab, kau malah jahat, setiap kali Andini menyapa hanya kau balas
dengan tatapan”.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #0070c0; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 24pt; line-height: 107%;">HARI MINGGU<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #538135; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 20pt; line-height: 107%; mso-themecolor: accent6; mso-themeshade: 191;">Andini<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Tak terasa kami sudah kelas enam. Sejak masuk tahun ajaran
baru kami disiapkan untuk belajar dan mengikuti les tambahan dari Pak Sanusi.
Ibuku sudah sering mengingatkanku untuk fokus dengn pelajaran dan mengurangi
membaca novel.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Hari ini hari minggu, lepas pulang mengaji dari langgar Kyai
Kip, aku duduk di ayunan tua di samping jendela besar yang menghadap ke kebun.
Aku ingin menyempatkan membaca Buku Atheis. Aku sudah memohon selama hampir dua
minggu pada Ayah agar diperbolehkan membacanya. Ayah sempat menunda-nunda dan
berkilah masih banyak buku lain yang belum kubaca. Tapi buku yang ditandai Ayah
sudah habis. Buku lainnya tak diperbolehkan karena belum cukup umur. Bahkan
koleksi S Mara GD dengan Kapten Kosasihnya sudah habis kulahap. Aku tertarik
dengan buku-buku ayah di rak kaca itu karena ada tulisan besar KARYA PUJANGGA
BARU. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Sambil menimang buku bersampul hitam setebal hampir 500
halaman di tanganku aku melamun. Aku ingin menulis seperti Ayah. Aku ingin
menjadi pendongeng hebat seperti Ayah. Dan aku akan menulis kisah yang bagus
sampai diterjemahkan ke seluruh dunia. Ayah bilang buku yang bagus akan dibaca
oleh semua bangsa. Buku yang bagus lekat di hati pembaca, meninggalkan jejak
dan menjadi penyemangat bagi yang membaca. Aku ingin menulis buku seperti yang
dimaksud Ayah. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Kisahnya baru dimulai ketika hidungku kembang kempis
menghirup aroma sambal kentang dari dapur. Aromanya menguar memenuhi ruang tempatku
duduk. Lantai kayu hitam berdecit ringan mengiringi kakiku menuju dapur.
“Hatchiiiim, hatchiiim...”<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Bersinku tak terkendali. Kulihat pinggan putih di meja bulat
sudah terisi irisan tipis kentang goreng berbalut cabai merah. Ah tak tahan
kuulurkan tanganku untuk mencicip ketika tepukan lembut dibahu membuatku urung.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Cucilah tangan dulu Andin dan lekas panggil Ayah dan Kak
Feri di depan,” Ibu menatapku dengan tersenyum sambil matanya bergerak lucu
kearah ruang depan tempat Ayah dan Kak Feri mengobrol.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Bolehlah cicip dikit Bu?” ujarku dengan tatapan memohon.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Tak nak!, Tak elok anak perawan suka incip, nanti tak baik
kalo sudah besar” Ibuku menjawab dengan sabar sambil mendorongku ke arah ruang
tamu.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku bergegas menemui Ayah, kulihat sepupuku sedang asyik
menghirup cuko berwarna hitam bikinan ibu. Gigi putihnya menyembul dari balik
mangkok ketika melihatku mendekat. Kak Feri anak Makwo Eteh, ponakan Kakek.
Usianya hampir 14 tahun, beda 5 tahun denganku. Berkulit putih dan berbadan
gempal hampir seukuran Juno. Mungkin Kak Feri kalah tinggi dibanding Juno tapi
Kak Feri jelas lebih tampan dibanding Juno. Aku tersenyum mebayangkan Juno
bertemu dan berkelahi dengan Kak Feri, menebak siapa yang bakal menang.
Seandainya Kak Feri tinggal dekat denganku aku akan mengadu setiap detik,
mengadukan perlakuan teman-temanku, mengadukan Juno yang tak pernah ramah
denganku. Rasanya menyenangkan hanya dengan membayangkan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Pagi-pagi sudah ngelamun aja adeknya kakak,” sapa Kak Feri
hangat. Pipiku memerah ketahuan melamun.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Kapan Kak Feri nyampe?” sahutku cepat menutupi gugup karena
ketahuan membayangkan yang tidak-tidak.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Baru lah, baru abis 8 ikok pempek” sahut Kak Feri dengan
senyum lebar.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Ayah menghirup kopi hitam dari gelas panjang di atas meja,
mengabaikan kami. Ayah sibuk dengan pikirannya sendiri. Kulirik meja segi empat
kecil yang terlihat penuh dengan dua gelas kopi, cuko dan piring berisi pempek.
Hanya tersisa dua buah pempek lenjer di sana, kuambil dan kumakan tanpa cuko.
Aku masih mengunyah pempek kedua ketika Ibu mendekat dan mengajak kami ke dapur
untuk sarapan nasi.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Kak Feri dan Ayah makan dengan lahap. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Loh katanya dah habis 8 ikok pempek, ih kok masih
kelaparan?” protesku melihat Kak Feri makan. Yang ditanya hanya senyum-senyum
karena mulutnya penuh dengan makanan. Ibu kembali menepuk pundakku. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Iya, nggak boleh bersuara kalo lagi makan, kecuali kentut,”
jawabku dengan cemberut. Ayah hampir tersedak mendengar jawabanku lalu bunyi
seperti kentut yang ditahan terdengar. Aku celingukan mencari siapa yang
kentut. Dan senyum lebar Ayah menjawab rasa penasaranku. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Maaf,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>nggak sengaja,”
kata Ayah masih dengan senyum pepsodennya. Kak Feri dan Ibu ikut tertawa kecil.<o:p></o:p></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal; text-align: left;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 19.9733px;">Bersambung...</span></i></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-84112626745893290612023-05-03T21:12:00.004+07:002023-05-06T22:21:53.697+07:00Tragedi Opor Buatan Mami<p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihcldqA1s_9oofRajSFxePFTdFF7Ho2KU5yhuITGgj5q0cCZi2BWJBEm0eil7VHBoPleJdF-XZwJmNq574RAtmadxxIHKqp5iKYoGPGNRvZjIt_h4NOxrTNnezgiWynpIl529j1GiVwmaxlAx72o7tNknfBktA4Xtopu3sDJ53yIQRhFJK4M7lP6HWCA/s669/opor%20nanas.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-size: medium;"><img border="0" data-original-height="474" data-original-width="669" height="284" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEihcldqA1s_9oofRajSFxePFTdFF7Ho2KU5yhuITGgj5q0cCZi2BWJBEm0eil7VHBoPleJdF-XZwJmNq574RAtmadxxIHKqp5iKYoGPGNRvZjIt_h4NOxrTNnezgiWynpIl529j1GiVwmaxlAx72o7tNknfBktA4Xtopu3sDJ53yIQRhFJK4M7lP6HWCA/w400-h284/opor%20nanas.png" width="400" /></span></a></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></p><span style="font-size: medium;">Mudik..</span><p></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Lebaran..</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Ya Makan ketupat dan opor rendang.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Tapi apa daya itu tidak berlaku untukku sebagai anak rantau.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jika yang lain bisa mudik ke kampung halaman nun jauh disana, di tengah hutan rimba dan deretan rumah panggung yang berjejer rapi dengan suasana hangat naik turun tangga untuk saling mengunjungi dan menuntaskan silaturahmi.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku mudik ke desa tapi bukan untuk mencari kehangatan sambutan orang tua tapi lebih untuk menemani suami menuntaskan rindunya kepada kampung halamannya yg indah.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Bukan aku tak bersyukur dengan yang ada.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Di sini aku bisa wisata kuliner kemanapun selagi dompet cukup. Mencoba cita rasa pecel Ngawi, Soto Mbah Tunggak perbatasan wilayah Magetan dan Ngawi, sate gule kambing khas Ngawi yang dicampur dengan taburan sambal kacang dan kecap, tahu tepo, kripik tempe dan tentunya pemeran utamanya adalah ayam panggang ayam kampung, lagi-lagi di Magetan pinggiran yang tidak jauh dari kampung halaman suami.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Disini aku juga bisa <i>healing</i> gratis mengelilingi rumah tempat suamiku dibesarkan. Pohon Jati di belakang rumah, bisa kupakai untuk <i>backgroud</i> foto yang cantik. Ada banyak bangunan tua yang tampak estetik bagi mereka yang suka bergaya. "<i>Selep</i>" tua di halaman yang super luas di depan pendopo cantik juga menjadi tempat favorit untuk berpose. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Alhamdulillah senang bisa mudik ke kota ini.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Silaturahiim dari Bulik satu ke bulik lain, ke Mbah, Budhe dan banyak kerabat yang tak bisa disebut satu persatu. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Perlahan aku mulai jatuh cinta dengan rutinitasku mudik ke kampung suami meskipun yang kami tuju adalah rumah besar yang hanya berpenghuni bila lebaran tiba. Rumah yang banyak menyimpan kerinduan bagi suamiku, rumah yang banyak menyimpan kenangan manis.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Jika ada yang membuatku sedikit kesal disini itul adalah opor dan rendang. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku berharap ada yang menjamu atau menawarkan untuk makan rendang dan opor di rumahnya tapi sampai belasan kali aku mudik tak pernah terjadi. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku membayangkan riuhnya lebaran di rumah panggung biruku nun jauh di pelosok Sumatera.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aroma opor ayam sengan potongan nanas membuatku menelan ludah, potongan ayam yang tak pernah kecil, lontong buatan mami dan dilengkapi rendang malbi dan sambal goreng hati ampela dan pete duh nikmatnyaaaa.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aku ingin sekali saja merasakan makan opor pada waktu lebaran tapi sampai sekarang belum terwujud.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Akun tak punya orang tua di kota ini, orang tua suamiku telah lama tiada dan ternyata di Jawa tradisi makan opor bukan pada saat lebaran melainkan seminggu setelah puasa Syawal.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br />Jadi ketika aku sudah arus balik ke Surabaya, barulah bulik paklik dan saudara sekampung memasak opor, membuat ketupat, sambal goreng hati dan rendang. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Aaaah kenapa harus gitu.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Duh jadi kesal kalau ingat dan ngebayangin meja besar di ruang makan rumah panggung biruku yang dipenuhi masakan kesukaanku.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Kubayangkan Mami meladen tetamu yang datang selesai sholat ied untuk makan satu hidangan di rumah yang mengundang. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Opor nanas oh opor nanas..</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">See you next year at Eid Fitri</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;">Bismillah..</span></p><div style="text-align: justify;"><br /></div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-36971010972607220162023-04-11T15:22:00.002+07:002023-08-18T20:27:54.999+07:00Lelaki Berkulit Legam Dalam Ingatanku (The Man Called Juno) Part #1<p> </p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfcsRO_x2qa4AN0clAl4f-97kRjhsWq4IwCsuSrDb7iqjfSWHOoRr5ncNGpYVMe5mRflDf19J1q9g_wgAi70a70Re995lKkIR-HEPXQnNO-q0klsD4BNCZHrTYQN7rY2Cr6tdLCOL4PixntrESiL2BitULzBry45HhaRhfJBK8OuZtO46SomBfnd2h3g/s548/Lelaki%20berkulit%20legam.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="548" data-original-width="399" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjfcsRO_x2qa4AN0clAl4f-97kRjhsWq4IwCsuSrDb7iqjfSWHOoRr5ncNGpYVMe5mRflDf19J1q9g_wgAi70a70Re995lKkIR-HEPXQnNO-q0klsD4BNCZHrTYQN7rY2Cr6tdLCOL4PixntrESiL2BitULzBry45HhaRhfJBK8OuZtO46SomBfnd2h3g/w466-h640/Lelaki%20berkulit%20legam.png" width="466" /></a></div><br /><p></p><p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="color: #2e74b5; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 24pt; line-height: 107%; mso-themecolor: accent1; mso-themeshade: 191;">BAGIAN SATU</span></i></b></p>
<p align="center" class="MsoNormal" style="text-align: center;"><span style="color: #002060; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 20pt; line-height: 107%;">TERLAMBAT<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #538135; font-family: "Bradley Hand ITC"; mso-themecolor: accent6; mso-themeshade: 191;"><o:p> </o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #538135; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 24pt; line-height: 107%; mso-themecolor: accent6; mso-themeshade: 191;">Andini<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku masih asyik menyelesaikan pohon faktor dari tugas yang
diberikan Bu Mutia ketika pintu terhempas membuka dan seorang laki laki dengan
tinggi badan melampaui teman sekelasku masuk bergegas menuju meja guru yang
berjarak sejengkal dari tempatku. Aku tersentak ketika Bu Mutia memanggil
namaku dan menyuruhku mengambil buku absensi kedisiplinan. “Tuliskan nama Jano,
catat hari dan jam kedatangannya. Jangan lupa laporkan sabtu depan ke meja Ibu.”
“Baik Bu Mutia” balasku memberanikan diri menatap Jano dengan penasaran,
meskipun obyek didepanku tampak sibuk sendiri mengusap peluh yang menetes dari
kening, leher dan lengannya yang gempal.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Bagaimana mungkin seorang anak kelas lima SD berpeluh
sedemikian banyak pada jam delapan pagi, pikirku heran. Kami tinggal di<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pegunungan dengan hutan lebat terbentang
antar desa. Gigil kami di pagi hari rasanya masih membekas. Aneh. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">...<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Tatapan <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Suara bel dari gong kecil didepan ruang guru terdengar sampai
ke kelas kami yang terletak di ujung, dan berbatasan dengan pagar sekolah. Meli
melompatiku yang masih berusaha memasukkan<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>LKS Matematika ke dalam laci meja. Sial, kepalaku hampir saja membentur
meja. Aku sudah <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bersiap meneriaki Meli
ketika Jano melewati mejaku dan pukulan tangannya mendarat cukup keras di meja
dan membuatku mendongak.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Apa apan sih!” teriakku keras. Omelan yang seharusnya untuk
Meli kualihkan ke Jano. Tanpa sadar aku berdiri menatapnya dengan sedikit
mendongak berusaha menerka maksudnya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Pertanyaanku hanya berbalas tatapan sekilas dari Jano. Tanpa
berhenti, Jano melewatiku dengan pelan, tanpa bergegas tanpa menoleh dan tanpa
rasa bersalah. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku teringat nasehat emak tentang Jano, “jangan terlalu dekat
dengan Jano, dia berbahaya, dia berbeda dengan kita Andini, ”entah apa maksud emak.”<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku masih berusaha menebak apa yang terjadi ketika suara riuh
teman sekelas membuatku menoleh dan menghampiri. Keingintahuanku membuatku
setengah berlari menuju pintu keluar dan menabrak tubuh hitam legam yang sedang
bersandar santai di pintu kelas kami yang setengah terbuka. Tatapan mematikan
kembali mengarah padaku, aku melupakan pening dan denyutan di keningku yang
mungkin akan membiru karena kerasnya benturan dan segera berlalu menjauh. Jika
tadi tujuan utamaku berlari untuk melihat paa ynag terjadi, sekaramg aku hanya
ingin lari menjauh dari tubuh hitam menakutkan yang ada di depanku.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Suara Meli<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>dan Torik<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>yang memanggilku bersahutan makin keras
ketika aku sudah mencapai lapangan. Puluhan anak riuh memperhatikan seekor
kerbau yang terihat bingung menerjang kesana kemari di tengah lapangan. Bu
Mutia, Pak Didi, Pak Dani dan guru lainnya terlihat berusaha menenangkan kerbau
hitam itu ditengah riuh suara tepuk dan sorai murid. Terlihat kerbau semakin
menjadi dan menerjang makin mendekat, semua murid berlarian masuk ke kelas<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>untuk menghindar termasuk aku. Sambil
berusaha mengintip kerbau yang masih liar di halaman tiba tiba aku teringat
Juno. Juno sehari hari bekerja dengan kerbau Pakwo Dodik.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #538135; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 22pt; line-height: 107%; mso-themecolor: accent6; mso-themeshade: 191;">Jano<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Sial!!!<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Untuk ketiga kalinya di minggu ini aku terlambat masuk kelas.
Aku membuka pintu kelas dengan tergesa. Sambil melihat jam dinding di<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>atas papan tulis hitam, aku melihat sekilas
ke arah meja diseberang meja Bu Mutia. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Benar benar murid teladan dan anak emas guru. Sementara teman
sekelas lainnya asyik mengobrol atau saling melempar pesawat terbang kertas,
anak perempuan itu asyik menyelesaikan soal matematika.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku tak perlu mengarang alasan berbeda setiap kali bertemu Bu
Mutia. Beliau tahu dan mengerti benar alasanku terlambat. Hanya rutinitas yang
membuatnya memanggil si judes itu untuk menuliskan namaku di buku catatan
kedisiplinan siswa.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Namanya Andini. Si juara satu, jago bahasa inggris dan jago
pidato. Aku lupa apakah karena kepintarannya atau judesnya yang membuat ia
selalu diingat. Atau silsilah keluarga sebagai cucu Uwak Marzuki yang kaya
raya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Bel baru saja berbunyi ketika Si Bengal yang duduk disamping
Andini melompatinya dengan tiba tiba. Aku akan lewat dan tak sadar mengetuk
meja mereka dengan sedikit keras. Aku memberikan pandangan tak setuju dengan
tingkah Meli ketika Si Jutek mulai berkicau. Sial!!! Suara cemprengnya langsung
memecah keriuhan yang tadinya <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tak
seberapa. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku membayangkan Andini adalah sebuah petasan yang dipegang
seorang penggugup. Kapanpun , kita harus selalu siap mendengar<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ceracaunya. Terus terang suara omelannya
membuat telingaku pekak. Kasihan sekali mamak dan bapaknya. Untunglah dia tak
bersaudara.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: center;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #c00000; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 20pt; line-height: 107%;">LOMPAT JAUH<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #538135; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 20pt; line-height: 107%; mso-themecolor: accent6; mso-themeshade: 191;">Andini<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Suara Pak Ashari menggelegar di lapangan. Teriakannya membuat
ciut semua siswi termasuk aku, tentu saja kecuali Meli. Kulirik sekilas
tatapannya yang fokus menatap kolam pasir sekitar lima meter dari tempat kami
berdiri.<br />
Training putih hijau yang dipakainya terlihat pas di tubuhnya yang tinggi.
Sambil bersiap menunggu peluit dari Pak Ashari, Meli menautkan jemarinya dan
kletak kletak, terdengar suara mengerikan dari jemarinya yang direnggangkan
dengan kencang. Oh ya ampun, dasar bengal!!.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Priiit” suara peluit Pak Ashari hampir membuatku terjatuh.
Sial!!. Untung tak ada yang memperhatikan betapa gemetarnya aku. Jika ada
pelajaran yang paling kuhindari itu adalah Olahraga. Dan jika ditanya olahraga
apa yang membuatku tak suka, aku akan berteriak semuanya.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Suara tepukan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mulai
terpindai. Meli melompat dengan sempurna. Lompatannya jauh, bahkan mungkin
paling jauh dibanding anak laki-laki yang sok jago sekalipun. Kalau ada yang
menandinginya. Jano lah orangnya. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Andini, giliranmu,” teriak Pak Ashari tanpa ampun.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Dan anak-anak mulai riuh menyorakiku. Aku tahu mereka senang
menertawakanku di belakang. Mereka hanya bermanis manis jika butuh aku untuk
menjelaskan soal Matematika atau membantu membuat pantun untuk tugas Bahasa
Indonesia. Teman temanku semuanya munafik.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Lututku gemetar, pijakanku goyah dan bahkan beberapa detik
setelah peluit ditiup aku masih gemetar berlari ke arah bak pasir lima meter di
depanku. Aku berlari pelan dengan ragu. Hasilnya membuat pak Ashari melotot.
Aku berlalu berusaha menepikan pelototan Pak Ashari dan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berlari menuju ke arah sungai kecil di
belakang sekolah.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Sungai di belakang gedung<span style="mso-spacerun: yes;">
</span>sekolah mengalir pelan tanpa riak. Dalamnya hanya sekitar lima belas
sentimeter dengan luas sekitar dua meter. Airnya mengalir jernih dan
menenangkan. Sambil mengusap titik air mata yang tak mampu kutahan, aku
merendam kakiku. Sorakan teman teman di lapangan sayup terdengar dari tempatku
duduk. Aku tak menyadari berapa waktu berlalu hingga hening. Tanpa tergesa
kupakai kembali sepatu kets merah hadiah Ayah yang masih menyisakan ruang di
kaki mungilku. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku berjarak lima meter dari pintu kelasku, pintu cokelat
dengan tulisan akrilik <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>KELAS ENAM warna
hitam yang baru dipasang sekitar sebulan lalu ketika langkah cepat seseorang
melewatiku. Aku tahu tanpa menoleh siapa. Aromanya adalah aroma wangi kopi
merah bercampur peluh, sedikit manis dan menyegarkan. Aku heran darimana kulit
hitam legamnya berasal. Yang kutahu Uwak Ken punya kulit yang menarik untuk
dilihat, bahkan Makwo Emi punya mata sipit dengan kulit putih seperti orang
Tionghoa yang memang merupakan ras kebanyakan di kampungku. Mungkin benar kata
orang, Jano anak buangan, Jano anak titipan penghuni kebun kopi di seberang
sungai Lintang. Anak makhluk jadi jadian. Tanpa sadar aku bergidik pelan sambil
mendekapkan tangan ke tubuh.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Tepat jam dua belas, gong kecil kembali berkelontang. Setiap
pintu cokelat dihempas dengan keras diiringi teriakan ramai dari teman teman
sebayaku. Aku membayangkan mereka adalah peluru yang berdesing dari senapan
otomatis. Suara teriakan mereka adalah desingnya. Tanpa tergesa kusandang ransel
hitam di atas meja dan menenteng novel Alisyahbana yang belum selesai kubaca
menyusul teman temanku.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><span style="color: #538135; font-family: "Bradley Hand ITC"; font-size: 20pt; line-height: 107%; mso-themecolor: accent6; mso-themeshade: 191;">Juno<o:p></o:p></span></b></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Jam tujuh kurang sepuluh menit aku sudah meletakkan tas<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di meja. Meli tersenyum lebar menyambutku.
Celotehnya lebih banyak terdengar kalau teman sebangkunya tak ada. Dengan
tangan kurusnya Meli mengajakku ber-<i>high five</i>. Ditariknya lenganku menuju pintu
keluar. Kekuatan tubuh Meli sedikit tak terduga. Orang mengira Meli kurang gizi
karena tampak ceking dibanding teman temannya. Tapi banyak menduga ia punya
kekuatan herkules wanita. Seperti sekarang, tarikannya membuat lenganku berdenyut protes. Makan apa sih nih anak.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Hari ini Olahraganya lompat jauh!. Lihat bak pasirnya sudah
diratakan dan bantalannya sudah disiapkan,” sapa Meli dengan gembira.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">“Hmm, membosankan!” jawabku pelan sambil<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bergerak meninggalkannya yang masih tersenyum
memandang bak pasir<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>di ujung kiri
lapangan.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;"><o:p> </o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">...<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku masih asyik memandangi sepatu bututku ketika suara anak
anak terdengar lebih riuh dari biasanya. Giliran kami anak laki laki sudah
selesai. Kulirik sekilas temanku yang masih berdiri pucat di garis start. Tubuh
mungil itu gemetar. Melihat wajahnya aku teringat kambing Wak Samem yang
terjebak di pagar kayu kemarin petang, putus asa.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Suara peluit Pak Ashari hampir saja membuat Andini
terjungkal. Dengan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>tak pasti diseretnya
kaki kecil itu hingga akhirnya <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sampai
juga di bak pasir dengan pelan. Aku bahkan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>mampu menghitung pasti berapa langkah yang
dibutuhkannya untuk sampai di sana. Hasilnya bahkan lebih buruk dari
perkiraanku. <o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Sorakan mengejek makin ramai terdengar. Mungkin itu luapan
kekesalan teman temanku pada si anak emas. Mereka tak mampu mengunggulinya di
mata pelajaran apapun, mereka selalu kalah, mereka jengkel. Hanya di pelajaran
Olahraga mereka mampu membuat seorang anak kepala sekolah keok.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Kupikir pikir teman temanku cukup kejam. Mereka meneriaki
Andini yang berlalu dengan kepala tertunduk ke arah belakang sekolah tanpa
henti. Pak Ashari<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>seperti membiarkan.
Aku sempat menatap Pamanku dengan tatapan bertanya, dan berbalas gerakan di
bahu seakan berkata biarkan saja.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Lima menit setelah Andini menghilang di balik gedung sekolah,
rasa ingin tahu membuatku melangkah ke arah yang sama. Aku melihat seorang anak
kecil sedang merendam kaki di sungai dengan sesekali tangannya mengusap matanya
yang basah. Andini menangis, aku tak pernah melihatnya menangis. Kurasa apa
yang terjadi hari ini membuatnya malu. Aneh membayangkan si gadis jutek itu
bersedih. Seperti minum seduhan <span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kopi yang
bercampur dengan kulit, membuat kening bertaut.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Aku menunggu saat yang tepat untuk mengajaknya bicara,
meskipun terlihat mustahil melihat sikapnya denganku. Bagaimanapun aku ingin
bercerita yang sejujurnya pada Andini, adikku.<o:p></o:p></span></p>
<p class="MsoNormal"><b style="mso-bidi-font-weight: normal;"><i style="mso-bidi-font-style: normal;"><span style="font-size: 14pt; line-height: 107%;">Bersambung...<o:p></o:p></span></i></b></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-32883072073407788902023-04-05T13:59:00.003+07:002023-06-15T11:09:09.591+07:00Jika Kau Sekedar Singgah (Part #2)<p><span style="font-size: medium;"> </span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWm5balajEXZDb_MqX1xYEQfyedNHg8OzeBtCYv8ORYorGDt0jAi93pr3LCRm7uDoxNxfvE_OI0zUPLoOqN04Aka2NBKr0bf5c4I_b9ftKJUHsLXYSQd5oeqgZUKGJNoU8rhR5pOCI_Qoxp0sBr1ltW1VYr1gXqEDR3XNaNIC1rJ0tAIr-xIhe-iKWEw/s800/Jika%20Sekedar%20singgah.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-size: medium;"><img border="0" data-original-height="800" data-original-width="512" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWm5balajEXZDb_MqX1xYEQfyedNHg8OzeBtCYv8ORYorGDt0jAi93pr3LCRm7uDoxNxfvE_OI0zUPLoOqN04Aka2NBKr0bf5c4I_b9ftKJUHsLXYSQd5oeqgZUKGJNoU8rhR5pOCI_Qoxp0sBr1ltW1VYr1gXqEDR3XNaNIC1rJ0tAIr-xIhe-iKWEw/w410-h640/Jika%20Sekedar%20singgah.jpeg" width="410" /></span></a></div><span style="font-size: medium;"><br /></span><p></p><p></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;">Aku tahu tanpa melihat,
sekarang sudah lebih dari jam Sembilan malam. Warung Ayuk Deti sudah tutup
sekitar sejam lalu. Anak-anak sudah dipanggil pulang dan tidur dalam gelap.
Pendar obor berkilauan dari<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>celah celah
papan rumah panggung di desaku. Sebagian besar tetanggaku sudah terlelap.
Disini malam beranjak lebih lambat. Jarum jam seakan bosan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berputar. Malam pekat dan mencekam. Ada
banyak maling yang sedang mempersiapkan diri menyatroni rumah rumah juragan
kopi. Musim kopi sedang berlangsung. Panen berhasil. Emas emas kuning yang
dibeli di Pasar Besak pagar Alam dibeli dan ditumpuk di lemari pakaian<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ditutup berlapis tumpukan pakaian. Banyak
orang kaya dadakan di desa. Tapi tak ada yang bermewah mewah seperti orang
kota. Kami terbiasa menimbun emas untuk dijual pada musim paceklik atau ujung
musim. Kami hanya merayakan panen melimpah dengan membeli sekilo dua kilo
daging kerbau atau ikan Guan. Itu sudah cukup untuk merayakan kebahagiaan kami.
Budak kecik dibelikan baju baru, tak lebih dari sehelai. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;">Panen kebon Abah juga<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>berhasil. Hampir tiga ton kopi berhasil kami
jual ke Toke Asep. Abah menyuruhku menitipkan uang hasil kopi pada Uwak Soleh
untuk disetor ke Bank. Abah dari dulu bukan orang yang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>senang membeli barang. Kasur kapuknya saja
tak kunjung diganti.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Abah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>bahkan cenderung pelit untuk urusan uang. Aku
maklum kalau Abah punya anak perempuan, setahuku aku anak satu satunya Abah dan
aku tidak tahu untuk apa uang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>hasil
panen di setor ke Uwak Soleh. Aku tahu Abah tidak suka berhutang. Menanyakan
langsung ke Uwak Soleh aku merasa tidak enak. Abah sendiri diam setiap kali
kutanya untuk apa uang hasil panen. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;">Di sini anak perempuan butuh
uang untuk<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>biaya menikahkan. Dua ekor
kerbau, sewa orkes melayu, negak balai dan lain-lain. Punya banyak anak gadis
artinya harus siap uang banyak untuk sedekah. Anak lanang leb ih praktis. Tak
kuat melamar anak gadis, merantau masih bisa jadi pilihan. Menikah dengan
orang luar Sumatera. Gadis Jawa kabarnya tak telau banyak meminta asal saling
suka.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;">Tiba-tiba aku ingin
menghentikan waktu untuk sesaat. Tak sampai dua bulan lagi, ujian kelulusan SMP
dilaksanakan. Aku sudah lama bertekat merantau ke tanah Jawa. Andi dan Ujang
sudah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>pasti meneruskan SMA di Palembang.
Meli dan Aida ingin merantau ke Bengkulu. Anton berangkat ke Jambi menyusul<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>ayuknya. Aku ingin ke Pulau Jawa. Tepatnya ke
Pulau Jawa paling timur. Ke tempat teman masa kecilnya sekarang berada. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;">Rutinitas yang biasanya Abah
lakukan setiap hari sekarang menjadi rutinitasku selama liburan. Libur dua
minggu sebelum ujian kelulusan bertepatan dengan musim panen kopi. Sekarang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>Jam enam pagi,<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>jalanan masih belum sepenuhnya terlihat.
Jaket tebal yang biasa dipakai Abah rasanya tak mampu menahan dinginnya udara
pegunungan. Mulutku mengeluarkan uap. Kugenggam cangkir kopiku lebih erat mencoba
menyerap hangat yang masih tersisa di sana. Masih sekitar sepuluh menit lagi
sebelum taksi tua milik Mang Ujang datang dan mengantar kami ke Kebon. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;">Banyak pekerja musiman yang
ikut menunggu di pinggir jalan disamping warung Ayuk Deti. Panen Kopi memang
menjadi magnet bagi perantau dari tanah jawa untuk ikut mengais rejeki dengan
menyewakan tenaga mereka yang kuat untuk ikut memetik biji merah itu lalu
memanggulnya hingga ke lumbung. Mereka tak banyak minta, dibayar sesuai
banyaknya kopi yang berhasil dipetik lalu pulang. Abah pernah berkata, mereka
adalah imigran yang ingin mengadu nasib disini. Secara materi hidup mereka
sudah mencukupi. Rata-rata punya kebun sendiri atau usaha buka warung. Tapi
panen kopi yang melimpah butuh banyak tenaga ekstra. Tak banyak orang aseli
Tebing atau aseli Sumatera yang tertarik menjadi petani kopi kecuali mereka tak
punya pilihan lain. Suatu pagi Abah pernah bertanya, apakah aku ingin menjual
kebun kopi yang kami miliki dan menggunakannya untuk membuka usaha. Aku hanya
diam sambil menatap mata Abah. Sejak itu Abah tak pernah bertanya lagi. Abah
tahu, aku takkan pernah menjual kebunnya. Kebun kopi itu adalah hidupku.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;">Taksi berhenti tak jauh dari
tempat pekerja itu berkumpul. Penampakan mereka tak jauh berbeda denganku.
Jaket tebal, keranjang rotan dengan tali dari sarung yang dililit dan kupluk
tebal sambil tak henti menautkan tangan mencoba menghalau dingin. Aku
menyeberangi jalan penuh lubang dengan aspal yang berlubang disana sini,
bergabung dengan mereka. Tinggiku menjulang hampir menyamai Mang Diran yang
kutahu berasal dari suatu kota di Jawa Timur. “Ai ado bujang alap,“ suara Mang
Ujang menyapaku dari balik kemudi. Kusambut tangan Mang Ujang dan menciumnya
dengan takzim. Mang Ujang adalah adik Abah. Kuraih satu persatu tangan orang
orang yang duduk berhadapan di taksi, aku yang paling kecil di sini.<span style="mso-spacerun: yes;"> </span><o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;">Aku duduk dekat pintu yang
terbuka dengan kaki terjulur di depan. Diiringi udara yang mendesir dan
gemeletuk mulut kami, taksi melaju kencang di jalanan yang lebih banyak lubang
daripada aspalnya. Desaku tak pernah tersentuh roda pembangunan. Jangankan
jalan, listrik pun masih tak kunjung datang. Suara klakson bersahutan memenuhi
pagi. Setiap kali ada kendaraan terlihat dari arah depan dengan laju yang tak
kalah kencangnya, tangan Mang Ujang otomatis menekan klakson panjang<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>untuk peringatan agar menjauh. Taksi kami tak
mengurangi kecepatannya meskipun di tikungan atau berpapasan jalan dengan<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>taksi lain. Mang Ujang adalah satu dari
banyak sopir ugal-ugalan di sini. Darah Sumatera memang tak bisa bohong,
meledak ledak dan tak mau kalah. Doa sapu jagat kuucap dalam hati<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sambil memohon Tuhan agar jangan terlalu
cepat memanggil kami. Jangan sekarang, di saat ada banyak biji kopi yang siap
kami petik dan ditukar emas. Kulirik Mang Diran dan teman temannya. Dengan
mulut komat kamit dan muka seputih kertas mereka<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>khusyuk berdoa. Memang berbeda perangai orang
Jawa dan Sumatera. Seperti wajan dan panci pindang. Aku tergelak dalam hati
sampai lupa doaku<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>sendiri.<o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;">Setelah<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>lima belas menit perjalanan ke hulu desa.
Kami sampai di pematang. Taksi Mang Ujang tak mampu mengantar kami lebih jauh.
Jalan yang mendaki dan terjal tanpa aspal bukan tandingan. Di sinilah stamina
kami diuji. Dua sampai tiga kilometer kedepan harus kami lalui dengan cepat
sebelum matahari meninggi dan membuat perjalanan semakin sulit. Jalan itu
selebar dua meter dan didominasi batu kerikil berukuran sedang dan batu batu
besar yang menonjol disana sini. Kami berjalan beriringan dalam hening.
Keranjang bergelayutan di leher kami. Kanan kiri kami adalah kebun orang yang
mujur benar dekat dengan jalan raya tanpa perlu berjalan seperti kami. Makin
dekat dengan jalan raya makin rawan dijarah garong kopi yang berkeliaran. <o:p></o:p></span></span></p>
<p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;">Kira-kira satu kilometer
berjalan terlihat Dangau kecil rapi dari celah pepohonan. Aku melambatkan
langkah. Terdengar gemericik air dari sungai kecil di belakang danau. Ada
sebelas pijakan batu dari mulai ujung tangga di belakang dangau sampai ke
tepian sungai kecil itu. Ada jemuran kayu di sebelah kanan dan kandang ayam di
kirinya. Dangau itu terlihat sunyi. Tapi bekas api unggun di dekat gunungan
biru terpal menandakan adanya<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>kehidupan.
Tiba tiba aku membayangkan kaki kecil Andini melompat dari batu satu ke batu
lainnya sambil membawa keranjang baju menuju sungai. Rambut ekor kudanya
bergerak ke kanan ke kiri. Andini terlihat setidaknya empat kali dalam setahun di
pondok itu ketika masih duduk di sekolah dasar. Pondok<span style="mso-spacerun: yes;"> </span>itu milik Kakeknya yang tersohor. Uwak
Marzuki. Tapi itu dulu, sebelum Andini merantau ke tanah jawa.<o:p></o:p></span></span></p><p class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span face=""Calibri Light", sans-serif" style="line-height: 107%;"><span style="font-size: medium;"><b><i>Bersambung ...</i></b></span></span></p><br /><p></p>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-59329443819690524842023-04-02T21:49:00.004+07:002023-04-03T12:14:49.144+07:00Jika Kau Sekedar Singgah (Part #1)<div style="text-align: left;"><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /></span></div><div style="text-align: justify;"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj39UJjUd8Axmem19XBcwI3ijQnc1llQCCNJWqhhdny3Fq7u-f6OEcqfPC50Lhpklz8RnHSjsUEoSVYVky5Nr0P4w2QevGdG8_EDtBf7xFOnGoVxZR9jz6R4GW3NLomD7J47G6pRhy2JzwdfT0FsH6EgqT_EDIq0-fsxIETIshLeEDo2an8xN3f5jJUWQ/s800/Jika%20Sekedar%20singgah.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><span style="font-size: medium;"><img border="0" data-original-height="800" data-original-width="512" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj39UJjUd8Axmem19XBcwI3ijQnc1llQCCNJWqhhdny3Fq7u-f6OEcqfPC50Lhpklz8RnHSjsUEoSVYVky5Nr0P4w2QevGdG8_EDtBf7xFOnGoVxZR9jz6R4GW3NLomD7J47G6pRhy2JzwdfT0FsH6EgqT_EDIq0-fsxIETIshLeEDo2an8xN3f5jJUWQ/w410-h640/Jika%20Sekedar%20singgah.jpeg" width="410" /></span></a></div><span><br /><span style="font-size: large;">Jika kau sekedar singgah, </span></span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Aku mohon, bersikaplah seperti tamu,</span></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Agar aku tak salah,</span></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Harus menyuguhkan kopi atau hati.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Juno masih tenggelam dengan buku tulis biru tipis di tangannya, ketika suara Abah terdengar memanggil namanya pelan. Abah tak segarang dulu lagi. Suaranya sekarang tak lagi lantang dan menggelegar. Suaranya meredup bersamaan dengan berat badan yang kian meyusut. Dulu Abah adalah orang paling perkasa di kampung satu. Badannya kekar dan atletis. Kulit sawo matang dan rambut hitam legam dengan tinggi di atas rata-rata orang Desa Tebing, 187 cm. Abah menonjol diantara kebanyakan petani kopi di daerah sini. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;">Tapi empat tahun yang lalu tragedi menghampiri Abah, merampas harga diri Abah. Sejak itu Abah berubah. Abah makin jarang berkumpul dengan warga sekitar. Kalau dulu Abah bukan orang yang suka mengobrol, sekarang Abah benar-benar tidak ingin mengobrol dengan tetangga kanan kiri. Abah tetap rajin pulang pergi ke kebon kopi yang berjarak sekitar tujuh kilometer dari desa menuju ke arah bukit di hulu desa. Tapi Abah mengabaikan undangan sedekah yang tak putus datangnya. Biasanya Abah paling diandalkan di Balai Lembongan untuk urusan menanak nasi dan memotong kerbau menjadi potongan yang tepat dimasak rendang, malbi, gulai sampai pindang daging. Dibutuhkan orang yang punya fisik kuat dan pengalaman seperti Abah agar daging kerbau bisa dimasak sesuai dengan jenisnya. </span></p></div><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;">“Ini Kopi Abah, masih panas, tunggulah sebentar” kuletakkan segelas kopi hitam pekat tanpa gula kesukaan Abah. Seperti kebanyakan orang Tebing dan sekitar, kopi adalah minuman wajib di pagi, siang, sore, malam dan ketika berbincang menemani malam. Semakin banyak orang bertamu atau kita bertamu, yang hampir setiap malam, sebanyak itu juga kopi diminum. Lima gelas kopi perhari adalah jumlah minimal yang diminum orang Tebing. Kopi adalah urat nadi dan hidangan sehari-hari di sini. Jika ada yang bisa menyaingi kopi itu adalah pempek dan cuko. Apalah jadinya penduduk Tebing tanpa kopi, pempek dan cuko hitam. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;">“Besok senin kau baliklah ke Muaro Enim, naik mobil Pakcik Ujang, berangkat jam tujuh” suara Abah membuatku urung berdiri. “Juno masuk sekolah masih tigo hari lagi Abah, Juno balik minggu sore be” aku duduk di sisi pembaringan Ayah. Dipan baghi peninggalan Nek Anang. Sehelai kasur kapuk tipis tampak mengenaskan dibawah tubuh kurus Abah. Kasur kapuk itu menjadi saksi kekuatan dan keperkasaan Abah. Menampung berat tubuh Abah bertahun-tahun dan tetap setia meskipun terlihat sekarat. Kasihan Abah harus merasakan papan kayu yg keras yang tak mampu dihadang kasur kapuk, kasihan mereka berdua.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-size: large;">“Ai alangke senang kau nih melamun, kau tuh lanang bukan gadis tujuh belasan”, bentakan Abah membuat mataku tertunduk. Merasa tak semestinya mengasihani Abah dan kasur kapuknya. Abah paling benci dengan rasa kasihan. “Abah istirahatlah, Juno besok yang ke Kebon” kutinggalkan Abah sebelum sempat membantah. Kututup pintu kayu cokelat dengan pelan, suara deritan papan yang kuinjak mengikutiku hingga di pintu ruang tengah. Kamarku terletak di ujung depan di sebelah kiri, dengan pintu tepat menghadap ke pintu masuk rumah. Tiga jendela kecil yang mengarah ke jalan utama masih terbuka lebar. Gorden bergoyang-goyang di topang papan bulat yang diletakkan seperti palang di tiap jendela. Ada kursi rotan kecil di dekat jendela paling kiri tempatku tadi duduk sambil merokok. Gelas berisi kopi sudah tandas, abu rokok berserakan di asbak putih bening yang rempal di salah satu bagian. Aku sengaja merokok di depan jendela sehingga asapnya terhisap udara pegunungan yang membuat gigil. Abah tak suka melihatku merokok, aku tahu. Tapi Abah tak pernah mengucapkannya. Aku malu sendiri menyadari kebodohanku. </span></p><p style="text-align: justify;"><i><span style="font-size: large;">Andai Abah tahu alasan utamaku merokok sepanjang waktu. Tanganku terkepal ketika melihat wanita tua di bale-bale tua tepat di jendela seberang sedang mengaji seperti sengaja mencemoohku.</span></i></p><div style="text-align: justify;"><b><i><span style="font-size: large;">bersambung....</span></i></b></div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com4tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-39972123568999416592023-03-30T11:39:00.002+07:002023-03-30T13:51:04.357+07:00Asrama (Part #1)<p style="text-align: justify;"></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMXmtaw_02MypuYa9yDuDBMf2YZLvRc6_LOD_OdiaAz6FcKMXdarHDE3zQC0oGl7VXFwBHlaNVf3UdZHiXgvbHnckOgwzyfgB0gsKrUKI84SZfL9Ad9ol2Z2h3L-pPanNuL0nUb7ORwFsQC4PyGz6tFr-h_l_5fs_NPfGPg-DMHqbEHef5kaxhAULEmQ/s628/Asrama.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="385" data-original-width="628" height="392" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjMXmtaw_02MypuYa9yDuDBMf2YZLvRc6_LOD_OdiaAz6FcKMXdarHDE3zQC0oGl7VXFwBHlaNVf3UdZHiXgvbHnckOgwzyfgB0gsKrUKI84SZfL9Ad9ol2Z2h3L-pPanNuL0nUb7ORwFsQC4PyGz6tFr-h_l_5fs_NPfGPg-DMHqbEHef5kaxhAULEmQ/w640-h392/Asrama.png" width="640" /></a></div><br /><div class="separator" style="clear: both; text-align: justify;"><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;">Malam ini terasa bergerak lebih lambat dari malam-malam biasanya. Jam malam sudah lama berlalu. Tinggal di asrama memaksaku bertoleransi lebih dengan peraturan peraturan asrama yang terkadang terasa mengada-ada.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"> <br />Aku tinggal di asrama sekolah di kamar nomor delapan di tingkat dua bangunan sayap timur. Aku tidur bersama sembilan anak dari masing masing kelas. Seharusnya ada dua belas anak yang menempati kamar nomor delapan. Tapi ketiganya pulang kampung tanpa khabar alias menghilang.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"> <br />Alina bilang mereka tidak betah dengan peraturan ketat Suster Wiji selaku kepala asrama. Tapi Phoebe teman dekatku yang terkenal pendiam memberitahuku kalau tiga orang teman kami tersebut dipaksa pulang orang tuanya. Ketika kutanya alasannya, Phoebe hanya mengangkat bahu yang kuartikan dia tidak tahu.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"> <br />Aku punya dugaan sendiri. Aku pernah memergoki mereka tertawa di waktu malam dan membuat ribut kamar kami. Dua minggu sebelumnya Suster Wiji menemukan botol minuman Jack Daniel di dalam tumpukan baju paling bawah di lemari. Kuduga mereka dikeluarkan. Peraturan di sini benar-benar mengerikan.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Kertas surat berwarna pink di depanku baru tertulis delapan kata, “Dear Juno” dan selanjutnya kosong. Aku masih memutar pulpen boxi–ku ketika suara Eva yang cempreng memanggilku. Langkah kaki mendekat terdengar di balik pintu dan pintu yang membuka lalu menutup membuatku yakin untuk mematikan lampu mejaku.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"> <br />Aku masih berusaha menemukan selimut biruku dengan meraba-raba dalam gelap dengan posisi tidur ketika pintu kamar kami dibuka perlahan. Langkah kaki suster Wiji dan Kak Grace mendekat ke ranjang tempatku berbaring. Kulihat Kak Grace iseng menyorot senter ke arah mukaku membuatku silau. Aku masih berpura-pura tertidur ketika terasa seseorang menggelitik kakiku. Kutahan sedapat mungkin sambil mengumpat pelan. Akhirnya pintu menutup dan kamar kami kembali hening.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Sambil menghitung mundur bilangan prima dari angka 101, aku akhirnya terhanyut dalam mimpi. “Mengapa kau tak memberi khabar?” aku menatap Juno dengan pandangan bertanya yang hanya berbalas diam. Aku sudah siap membalikkan badan ketika terdengar suara beratnya memanggil namaku pelan dan ragu. “Andini...” Juno menyebut namaku dengan nada yang kusuka. Aku ingat ketika hari pertama kami tak sengaja bertemu di Pasar Besak. Juno sedang berdiri dibawah terik matahari dengan lipatan karung kosong disampingnya di dekat kios Kerupuk Kemplang langgananku. Dia terlihat bediri sambil lalu dengan tangan yang sesekali bertaut dan mata yang menerawang menatap taksi merah yang memanggil-manggil. </span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Aku menggenggam tangan Ibu lebih erat ketika akhirnya harus melewati Juno untuk bisa masuk ke toko itu. Panggilan pelannya membuatku ragu untuk menoleh. Dan aku tidak menoleh. Aku terlalu takut dan malu bila ternyata aku yang salah mendengar. Tapi panggilannya kali ini membuatku merasa dejavu. Sekarang aku yakin. Di Pasar Besak di depan Toko Kerupuk itu, Juno memang memanggil namaku.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />“Aku menitipkan surat pada Ayuk Leni di subuh keberangkatanmu.” Suara Juno membuatku ingin menatapnya. “Aku menitipkan surat samo Kak Feri di pagi pertama kepulanganmu setelah wisuda SMP,” terdengar Juno meninggikan suaranya sedikit membuatku semakin ciut. “Aku menemui Pak Subroto pada tahun pertama kau masuk SMA ketika Ayahmu berniat ke Surabaya menemuimu dan aku menitipkan surat yang ketiga” suara Juno kembali terdengar dan aku tak sabar pergi dari hadapannya. Aku tak siap dengan jawabanku. </span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Kriiiiiiiiing!!!</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Terdengar jam beker berbunyi tepat di telinga kiriku. Aku menyembunyikan kepalaku di bantal bersarung putih dengan logo SM. “ Duggg” teriakanku terdengar mengenaskan ketika bantal itu ditarik paksa tangan putih pucat dan ringkih. Aku ingin berteriak hantu ketika tatapan marah Kak Grace mendominasi mukaku. Sial kenapa makhluk pucat ini senang sekali menggangguku. Kusibakkan selimutku dengan kasar, melemparnya asal-asalan ketika suara Suster Wiji tertangkap inderaku sedang menuju ke kamar nomor Dua Belas. Kuambil kembali selimut yang tadi kulempar dan kulipat serapi mungkin lalu kutarik ujung-ujung seprai yang mencuat di ujung.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"> <br />Bantal putih, selimut putih dan seprai putih di kamar asrama ini membuatku menggigil. Aku tak pernah suka warna putih. Aku terintimidasi dengan warna putih. Itu sebabnya aku meletakkan butiran M&M di permukaan kasurku. Aku tahu Alina sering mengambil M&M yang kutabur tanpa sepengetahuanku dan dengan sepengetahuanku. Alina berlagak tak peduli sambil terus mengunyah MnM-ku. Dasar pencuri tak punya malu.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Aku keluar dari kamar mandi ketika jam berdentang di angka lima. Teman-temanku sudah banyak yang berseragam rapi. Alina dan Phoebe tampak asyik membicarakan sesuatu. Hmm.. aku menebak mereka pasti sedang merencanakan untuk menyontek di ulangan kimia nanti. Alina, Phoebe dan Aku teman sekelas. Alina berasal dari Fakfak Irian Jaya sedangkan Phoebe dari Papua. </span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Alina keturunan Chinese sedangkan Phoebe puteri Papua aseli. Aku lebih dekat dengan Phoebe karena Alina terlalu cerewet untukku. Kadang tanpa kuminta Alina akan sibuk meracau bercerita ke Kak Grace ketua asrama yang juga kakaknya tentang tingkahku. Dan kak grace seperti magnet yang menemukan kutubnya mulai sibuk memantauku, mengusiliku dan menguntitku. Menyebalkan. Aku tak tahu persis cerita apa yang didongengkan Alina ke Kak Grace atau tepatnya apa yang membuat Kak Grace tertarik pada kelakuanku. Sial memikirkan kakak beradik itu membuat kepalaku pening seketika.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Aku masih menyisir rambut ikalku ketika Andrea, anak kelas 10 yang tidur di kasur paling ujung mengingatkanku lima menit lagi bel berbunyi. Lamunanku putus, kuambil tas hitam di atas meja belajar dan buku gambarA3 di bawahnya sambil berlali menyusul Andrea yang sudah hilang dari pandangan. Cepat sekali larinya. Tepat di ujung anak tangga terakhir bel berdentang keras. Sial terlambat lagi.<br />Aku berlari sekencang kumampu melintasi halaman luas pemisah asrama dan bangunan merah bata di depanku. Huff.. jantungku berdetak lebih kencang sampai kukira bakal lepas dan menggelinding di lantai marmer putih mengkilat di sebelah ruang TU. Pak Sandro sedang berjalan menuju kelasku. Aku mengikutinya dengan langkah tertahan berusaha tak menimbulkan suara. Ketika pintu kelas 11A2 dibuka aku mengikutinya dan berlari cepat menuju bangku di meja terdepan. Lavenia teman sebangkuku melirik sekilas sambil melempar senyum pengertiannya.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />“Mimpiin Juno lagi ya sampai kesiangan?” terdengar nada sok tahu Nia. “Aku kok mimpiin dia terus ya?” aku balik bertanya bingung ke Nia. Nia mengabaikan pertanyaanku. Pak Sandro menyuruh anak-anak membuka Buku Paket Biologi kami dan bersama-sama mengoreksi PR pilihan ganda sebanyak 30 soal tentang Amoeba. </span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Aku suka cara mengajar Pak Sandro dan aku suka pelajaran Biologi. Aku tiba tiba ingat Ayah setiap kali Pak Sandro mulai menyebutkan nama-nama latin dari sejumlah spesies yang kami kenal. Aku senang melafalkan nama nama latin yag kutahu. Lidahku seakan menari ketika aku melakukannya. Aku sangat suka Biologi. Aku ingin tahu apa nama latin kopi merah yang aromanya lekat dengan masa kecilku. Aroma kopi merah basah dan keringat. Aroma Juno. Tiba tiba aku ingat dengan kertas surat pink pucat yang hanya berisi dua kata Dear Juno.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Kami masih berkonsentrasi dengan buku paket masing-masing ketika terdengar suara nyaring yang sangat kukenal. Tawa anak pecah dan tertuduhnya adalah Terre anak Bu Lestari guru Kimia kami. Aku ikut merasa tak enak atas bencana kecil itu. Teriakan mengejek yang membuat pipi memerah, terdengar tak berkesudahan. Kulirik Pak Sandro memintanya meredam keriuhan di kelas kami. Terre menunduk dan merosot jauh di kursi kayu besar di pojok ruangan depan.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Aku teringat dengan teman-teman yang mengejekku di kelas olah raga selama aku SD, rasanya seperti merasakan lagi momentum itu. Tersudut di tempatku berdiri memohon dalam hati teman-temanku behenti menyoraki kebodohanku. “Pak Sandro, aku nggak bisa konsentrasi nih, anak anak ribut” suaraku lantang terdengar. Pak Sandro tersentak, sedetik sebelum memukulkan penggaris kayu ke atas papan tulis hitam di depan kelas. Semburan kapur putih dan suara pukulan yang keras membuat teman temanku terdiam seketika. </span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />Kulirik Alina dan Phoebe terkikik pelan sambil melihatku. Aku tahu banyak mata yang memandangi punggungku, mungkin mengira-ngira sejak kapan Andini bisa berteriak lantang. Sejak kapan Andini bisa bersuara di kelas tanpa diminta. Aku menimbulkan kebingungan baru di pikiran teman-temanku. Andini yang pendiam. Andini yang pemurung. Andini yang penyendiri ternyata bisa bersuara.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />“Andin tunggu” teriakan Alina membuatku mempercepat langkahku. Aku tak ingin Alina punya gossip baru yang bisa dibaginya pada Kak Grace. </span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><br />“Andin, bukumu jatuh!” suara buku yang menampar pundakku akhirnya membuatku berhenti.“ Apa-apaan sih kamu, dipanggil kura-kura dalam perahu” dengan napas tersengal Alina melotot tajam seakan meminta penjelasan mengapa. “Kamu sengaja ya cepet-cepetan ninggalin aku” cerocos Alina sambil menyodorkan buku paket biologi ke tanganku.</span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"> <br />Sebuah amplop biru tersembul. Kutatap Alina dengan tatapan bertanya. Alina dengan muka menyebalkan mulai kedip-kedip kayak orang kelilipan semut rangrang. ish... Kutinggalkan Alina cepat setelah mengucapkan terima kasih dengan tergesa. Aku tak ingin Alina tahu tentang surat biru muda itu.Tapi aku tak yakin Alina tidak usil membukanya. OH Tuhan, jangan Alina deh. Alina kan ember bocor. Apa saja yang dituangkan ke dalamnya... bakal abis tumpah teka bersisa selain basah dan jadi gossip paling hits di asrama dan di sekolah. </span></p><p style="clear: both;"><span style="font-size: large;"><i>Bersambung..</i></span></p><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div><div class="separator" style="clear: both;"><br /></div></div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-63827694986664572662023-03-17T11:29:00.012+07:002023-04-03T09:17:58.526+07:00Aishiteru Mamiku Sayang<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg98MHKKNXgcZyUKEgajfE8e1_n7_JgMQcel8Le3eptcBqH1E0RvBkqqW6WKAgQq9z84fDvciNEt1iBTn8-XhPxyHC0HBDJ125kLzFPJ0eHHNg8c-0wRZv1Z0cxhh0srjF6L4i-JJ4bY1VZZK9gPG3XaeSrTqLRtCr8pOGmkm9DUhGLShP-ljlo1XrmJQ/s280/Kasih%20ibu.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="173" data-original-width="280" height="395" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg98MHKKNXgcZyUKEgajfE8e1_n7_JgMQcel8Le3eptcBqH1E0RvBkqqW6WKAgQq9z84fDvciNEt1iBTn8-XhPxyHC0HBDJ125kLzFPJ0eHHNg8c-0wRZv1Z0cxhh0srjF6L4i-JJ4bY1VZZK9gPG3XaeSrTqLRtCr8pOGmkm9DUhGLShP-ljlo1XrmJQ/w640-h395/Kasih%20ibu.png" width="640" /></a></div><span style="font-family: Poppins;"><br />
</span><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="font-family: Poppins;"><span face=""Calibri","sans-serif"" style="color: #555555; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><br /></span></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"><span face=""Calibri","sans-serif"" style="color: #555555; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 1 tahun, dia menyuapi dan memandikan.<br />Sebagai balasannya, km menangis sepanjang malam.</span><span face="Calibri, sans-serif"><o:p></o:p></span></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 2 tahun, dia mengajarimu bagaimana cara berjalan.<br />
Sebagai balasannya, kau kabur saat dia memanggilmu.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 3 tahun, dia memasakkan semua makananmu dengan kasih<br />
sayang. Sebagai balasannya, kau buang piring berisi makanan ke lantai.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 4 tahun, dia memberimu pensil berwarna Sebagai balasannya,<br />
kau coret-coret dinding rumah dan meja makan<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 5 tahun, dia membelikanmu pakaian2 yang mahal dan indah.<br />
Sebagai balasannya, kau memakainya untuk bermain di kubangan lumpur dekat<br />
rumah<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 6 tahun, dia mengantarmu pergi ke sekolah. Sebagai<br />
balasannya, kau berteriak.”NGGAK MAU!!”<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 7 tahun, dia membelikanmu bola.<br />
Sebagai balasannya, kau lemparkan bola ke jendela tetangga.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 8 tahun, dia memberimu es krim.<br />
Sebagai balasannya, kau tumpahkan hingga mengotori seluruh bajumu.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 9 tahun, dia membayar mahal untuk kursus pianomu. Sebagai<br />
balasannya, kau sering bolos dan sama sekali tidak pernah berlatih.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 10 tahun, dia mengantarmu ke mana saja, dari kolam renang<br />
hingga pesta ulang tahun<br />
Sebagai balasannya, kau melompat keluar mobil tanpa memberi salam.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 11 tahun, dia mengantar kau dan teman-temanmu ke bioskop.<br />
Sebagai balasannya, kau minta dia duduk di baris lain<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 12 tahun, dia melarangmu untuk melihat acara TV khusus<br />
orang dewasa.<br />
Sebagai balasannya, kau tunggu dia sampai di keluar rumah<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 13 tahun, dia menyarankanmu untuk memotong rambut, karena<br />
sudah waktunya<br />
Sebagai balasannya, kau katakan dia tidak tahu mode.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 14 tahun, dia membayar biaya untuk kempingmu selama<br />
sebulan liburan<br />
Sebagai balasannya, kau tak pernah meneleponnya..<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 15 tahun, pulang kerja ingin memelukmu Sebagai<br />
balasannya, kau kunci pintu kamarmu.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 16 tahun, dia ajari kau mengemudi mobilnya.<br />
Sebagai balasannya, kau pakai mobilnya setiap ada kesempatan tanpa peduli<br />
kepentingannya.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 17 tahun, dia sedang menunggu telepon yang penting<br />
Sebagai balasannya, kau pakai telepon nonstop semalaman<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 18 tahun, dia menangis terharu ketika kau lulus SMA<br />
Sebagai balasannya, kau berpesta dengan temanmu hingga pagi.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 19 tahun, dia membayar biaya kuliahmu dan mengantarmu ke<br />
kampus pada hari pertama.<br />
Sebagai balasannya, kau minta diturunkan jauh dari pintu gerbang agar kau<br />
tidak malu di depan teman-temanmu.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 20 tahun, dia bertanya, “Dari mana saja seharian ini?”<br />
Sebagai balasannya, kau jawab,”Ah Ibu cerewet amat sih, ingin tahu urusan<br />
orang!”<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 21 tahun, dia menyarankan satu pekerjaan yang bagus utk<br />
karirmu di masa depan.<br />
Sebagai balasannya, kau katakan,”Aku tidak ingin seperti Ibu.”<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 22 tahun, dia memelukmu dengan haru saat kau lulus<br />
perguruan tinggi<br />
Sebagai balasannya, kau tanya dia kapan kau bisa ke Bali.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 23 tahun, dia membelikanmu 1set furnitur untuk rumah<br />
barumu.<br />
Sebagai balasannya, kau ceritakan pada temanmu betapa jeleknya<br />
furnitur itu.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 24 tahun, dia bertemu dengan tunanganmu dan bertanya ttg<br />
rencananya di masa depan<br />
Sebagai balasannya, kau mengeluh,”Aduuh, bagaimana Ibu ini, kok bertanya spt<br />
itu?”<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 25 tahun, dia mambantumu membiayai penikahanmu Sebagai<br />
balasannya, kau pindah ke kota lain yang jaraknya lebih dari 500km.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 30 tahun, dia memberikan beberapa nasehat bagaimana<br />
merawat bayimu.<br />
Sebagai balasannya, kau katakan padanya,”Bu, sekarang jamannya sudah<br />
berbeda!”<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 40 tahun, dia menelepon untuk memberitahukan pesta ulang<br />
tahun salah seorang kerabat.<br />
Sebagai balasannya, kau jawab,”Bu, saya sibuk sekali, nggak ada waktu.”.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span style="color: #555555; font-family: Poppins; font-size: medium; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;">Saat kau berumur 50 tahun, dia sakit-sakitan sehingga memerlukan<br />
perawatanmu<br />
Sebagai balasannya, kau baca tentang pengaruh negatif orang tua<br />
yang menumpang tinggal di rumah anak-anaknya.<o:p></o:p></span></div><div style="background: white; line-height: 21.1pt; margin-bottom: .0001pt; margin: 0cm; vertical-align: baseline;"><span face=""Calibri","sans-serif"" style="color: #555555; mso-ascii-theme-font: minor-latin; mso-bidi-theme-font: minor-latin; mso-hansi-theme-font: minor-latin;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Dan hingga suatu hari, dia meninggal dengan tenang, dan tiba-tiba kau<br />
teringat semua yang belum pernah kau lakukan.</span><o:p style="font-size: 9pt;"></o:p></span></div></div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-64991333350997213482023-03-17T11:12:00.001+07:002023-03-24T15:23:28.364+07:00 Tempat Persinggahanku Yang Pertama SMP SANTO YOSEPH<div dir="ltr" style="text-align: left;" trbidi="on"><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4_Tr80A0NCcosNGHg5gmKwow9CIyqLJikmnSoiBq3PIN32X6CAE3dJ_S4qBurlm4Tz85NOoHVVndsAODWXZo1epE1DN4i7OkCmO1t8YnDAuMYBRavca0jCL6fLCsnBI36_VbHju3YUP5Ne4t2JeWo0nKvXoT1vrLZPCvqX9ExzQy3GHb2nzfmouyFfQ/s612/Lahat.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="359" data-original-width="612" height="309" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj4_Tr80A0NCcosNGHg5gmKwow9CIyqLJikmnSoiBq3PIN32X6CAE3dJ_S4qBurlm4Tz85NOoHVVndsAODWXZo1epE1DN4i7OkCmO1t8YnDAuMYBRavca0jCL6fLCsnBI36_VbHju3YUP5Ne4t2JeWo0nKvXoT1vrLZPCvqX9ExzQy3GHb2nzfmouyFfQ/w526-h309/Lahat.png" width="526" /></a></div>
<br />
<div class="MsoNoSpacing">
</div>
<br />
<blockquote class="tr_bq">
<b><i><span style="color: #5f497a; font-family: Cambria, serif;">Sesungguhnya Mami Papi adalah guru terhebat sekaligus pengobar semangat yang takkan pernah padam bagi aku dan adik adikku... bagi kami ANAK ANAKMU.</span></i></b></blockquote>
<blockquote class="tr_bq"><b><i><span style="color: #5f497a; font-family: Cambria, serif;"><br /></span></i></b><b><i><span style="color: #5f497a; font-family: Cambria, serif;">Terima kasih ya Allah untuk jiwa jiwa baik hati, jiwa jiwa pahlawan yang punya tekad setegar karang, jiwa jiwa yang tak mengenal lelah untuk membimbing dan mendidik anak anaknya.... yang kau sematkan pada MAMI PAPI kami.</span></i></b></blockquote>
<div class="MsoNormal">
<b><i><span style="color: #5f497a; font-family: Cambria, serif;"><br /></span></i></b></div>
<div class="MsoNormal"><br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Jadi inget dulu pas kuliah, kos–kosan yang menyenangkan.
Bisa kelayapan kapanpun karena nggak ada ortu atau saudara yang tahu haha, tapi
itu juga kalo bisa ngibulin ibu kostku yang galak abis.Aku memang anak rantau,
hampir 21 tahun dari usiaku kuhabiskan
di tanah rantau, sampai akhirnya aku terjebak
dan tertawan di kota Surabaya. Tapi jauh sebelum aku menjejakkan kaki di
Surabaya atau Yogyakarta, aku pernah tinggal di sebuah kota kecil bernama
LAHAT.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Kalo mau ditelusuri, aku ngerasa udah ngekost sejak kelas 1
SMP, maklum karena hidup didesa nan jauh terpencil di kaki gunung di pelosok
Sumatera, sekolah waktu itu jadi hal yang mahal. Tapi bersyukur aku punya Mami
Papi yang berfikiran sangat maju. Meskipun mereka hanyalah guru SD yang tinggal dipelosok, tapi mereka bertekad
ke 5 anak anaknya harus maju. Dan maju itu artinya sekolah yang setinggi
tingginya dan keluar dari desaku yang memang harus kuakui tidak terlalu
bersahabat dengan pendidikan bagus.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Lepas SD, aku hijrah ke kota kabupaten Lahat yang jaraknya
lumayan jauh untuk ukuran anak sekecil aku, sekitar 4 jam perjalanan yang
menakutkan, mengerikan dan selalu menghantui malam malamku menjadi sebuah mimpi buruk. Betapa tidak kontur jalan yang
berliku tajam, dengan kelokan yang mengerikan, jurang di kiri kanan, hutan
belantara yang sangat lebat... plus supir yang mengemudi sedikit diluar aturan.</span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Di Lahat, aku tinggal di rumah perumnas bersama tanteku yang
ku panggil Cik Nis, aku belajar memasak sendiri, mencuci baju sendiri, nyetrika
sendiri, aku belajar mandiri. Aku juga mulai menyadari perbedaanku dengan teman
yang lain. Meskipun mampu, Mami tidak menyediakan fasilitas televisi di rumah,
jadinya aku menjadi tamu tetap
tetanggaku yang kugilir secara teratur agar mereka tidak bosan menerima aku yang ‘ numpang nonton TV’. Aku paling tak
punya dibanding temanku. Bahkan untuk sekedar les tambahan pelajaran saja aku
malu karena bajuku hanya itu itu saja. Satu satunya fasilitas paling mewah yang
pernah kudapat waktu itu adalah “meja <i>ligna</i>“ sebutanku untuk sebuah meja
belajar bagus dilengkapi laci, lemari berkunci, dan tentunya tempat buku. </span></div><div class="MsoNormal" style="text-align: justify;"><span style="font-size: medium;"><br /><span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7;"><br /></span></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Acara favoritku "<i>Friday the 13th"</i>, hampir setiap malam jumat
aku menantikannya, paling seru kalo pas hujan turun, atau tetanggaku pergi atau
malah mati lampu. Aku akan menunggu tak sabar didepan rumah sambil membayangkan
episode episode yang udah lewat dengan tak sabar didepan rumah. Akhirnya
setelah dipanggil masuk, baru deh dengan langkah berat aku menuju kamar dan mencoba tidur, sambil tetap komat kamit di
mulut, berdoa semoga hujan reda, lamu cepat menyala atau tetanggaku cepat pulang ...</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Di Lahat, aku punya beberapa teman yang cukup akrab, tapi
karena aku bukanlah seorang yang hebat ingatannya, lebih banyak yang lupa namanya dibanding yang
kuingat. Di Perumnas, aku punya teman sekaligus tetangga yang selalu kudatangi
kalau aku pengen lihat Film kesukaanku, namanya Riski, panggilannya Kiki. Kami bersekolah
di SMP yang sama, berangkat dengan taksi ( sebutan untuk angkutan di Lahat )
yang sama dan pulang juga selalu bersama walaupun beda kelas. Yang kuingat,
Kiki anak pertama, punya 2 adik, tidak terlalu banyak bicara, cenderung
pendiam, dan jarang sekali keluar rumah. Rumah Kiki tepat didepan rumahku,
rumah yang besar dan mewah dibanding rumahku. Kiki punya banyak barang barang
mewah untuk anak seusiaku, alat tulisnya bagus, tasnya bagus, sepatunya bagus,
bajunya juga bagus. Tapi aku ingat aku tidak terlalu iri melihat barang barang
Kiki, mungkin karena Kiki baik denganku, entahlah.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Di Lahat, aku bersekolah di SMP Santo Yoseph, sebuah
sekolah yang selalu kusebut keren karena seragamnya. Seragam merah kotak kotak
yang menyala dnegan bentuk rok lipit yang bagus banget selalu membuatku bangga.
Aku punya banyak teman di SMP, beberapa yang paling kuingat Venny, Melly, Iis,
Jimmy, Yeti, Erika, dan lainnya. Sekali lagi , aku cukup parah dalam mengingat
nama, tapi aku masih sangat ingat wajah
wajahnya. Layaknya di sekolah sedikit
swasta, selalu ada Kelompok orang Pinter, Kelompok Cewek Cantik dan Populer,
Kelompok Anak tajir dan Kaya Raya, Kelompok anak Guru, Kelompok anak Pejabat, dan seperti bisa ditebak , aku tidak masuk
dalam kelompok manapun hahahaha...</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Tapi aku bukan orang yang terlalu peduli dengan hal hal itu, minimal waktu itu. Yang kuingat
adalah meskipun sekolah katholik, dan aku seorang muslim, aku diperlakukan sama
baiknya dengan yang lain oleh para guru, dan susternya. Aku belajar banyak hal,
dari mulai kaligrafi, melukis, menari dan kegiatan kegiatan menarik lain. Aku pernah
berkemah di halaman sekolah bersama teman sekolahku, Aku pernah ikut mengenal
yang namanya Retret, aku boleh pinjam buku buku bacaan yang keren abis di
perpus sekolahku, aku bahkan diajari nyanyi lagu <i>“Twinkle Twinkle“</i> yang
akhirnya menjadi lagu favorit aku dan anakku. Aku belajar banyak hal di
sekolahku, aku belajar mengenal dunia yang jauh lebih menyenangkan disini... aku membuka cakrawala baru di
SMPku.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Masa kecilku, masa SMPku yang kurang lebih 3 tahun berjalan
dengan sangat baik dan meninggalkan berjuta kenangan bagiku. Walaupun semangat
belajarku belum tumbuh dengan baik, tapi aku menilai masa ini adalah awal baru dalam hidupku. Begitu banyak hal
baru yang kudapat waktu itu, dari nonton bioskop yang sebelumnya kebayangpun enggak, naik
taksi pulang pergi sekolah, les tambahan, jalan jalan sepulang sekolah, ... ah jadi kangeeen.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Untuk masalah
pelajaran, aku tidak seperti anak kebanyakan yang belajar tiap malam,aku bahkan
hampir tidak pernah belajar karena tidaka ada mami papi yang biasanya selalu
setia mengajariku mengerjakan PR atau sekedar mengulang pelajaran yang didapat.
Bahkan hampir tiap malam aku begadang, keluyuran ke tempat tetangga untuk
numpang lihat TV. Tidak ada yang mengawasiku. Mungkin itulah penyebabnya , atau
aku belum seratus persen bertanggung jawab terhadap tugas utamaku yaitu
belajar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Tapi walaupun akau selalu rangking 15-17 diantara 40 siswa
sekelas, ada satu pelajaran yang aku sangat menonjol. Aku sangat suka bahasa
Inggris, gurunya biasa kami panggil Ibu ATIK, wah aku sangat suka cara mengajar
bu Atik, karena dia selalu memberi kami 10 kosa kata setiap pertemuan untuk
diingat di pelajaran berikutnya. Pokoknya
top deh, bahkan aku sampai ambil les tambahan demi kesukaanku belajar bahasa
inggris, dan hasilnya tidak mengecewakan. Di ujian akhir, nilai NEMku untuk bahasa inggris adalah nilai
sempurna atau 10. Pelajaran lain yang kusuka adalah matematika, yang ngajar ibu
Yustina, sukaaaaa banget. Dari Bu Atik dan Bu Yustina aku belajar bahwa jadi
guru yang baik adalah dengan mengajar
seikhlas mungkin, seceria mungkin dengan metode metode yang menyenangkan, jadi
muridnya suka. Dulu pas ada pertanyaan guru favorit, Bu Atik dan Bu Yustina
selalu dipilih oleh kami semua.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">Terima kasih Mami, terima kasih Papi, karena berkat keikhlasan
kalian menjadikan kami anak anak hebat
yang berpendidikan tinggi untuk bekal sukses
kami,</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">aku`bisa belajar banyak hal, </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">aku bisa mengenal hal hal baru yang sungguh menyenangkan, </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">aku bisa menanam berjuta kenangan yang akan selalu indah
untuk diingat, </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">aku bisa merajut liar imajinasiku tanpa batas .. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span class="Apple-style-span" face="Verdana, sans-serif" style="color: #674ea7; font-size: medium;">aku bisa seperti sekarang.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal">
<br /></div>
</div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-89016549917188929292023-03-16T20:09:00.005+07:002023-03-24T15:24:07.551+07:00Sajak Musim Kemarau<blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: left;"><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;"></span></p></blockquote><p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXqkTzDejbkhNna6W8KDvrNbcVFVjJwD4sKL08UF_y2AebUJkrxABLn88DmTP12njClovJ9krN1GiaTIQrTmdaqljehZBPWieDiwGaiwkELkOBbap24XjAenYzza9JyyIMidXgOfqaS0lyx6My2I2-ejeXNF1i3Y34JPqzzoWn4FVk_akUG5fib3s8Aw/s416/Musim%20kemarau.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="416" data-original-width="414" height="320" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhXqkTzDejbkhNna6W8KDvrNbcVFVjJwD4sKL08UF_y2AebUJkrxABLn88DmTP12njClovJ9krN1GiaTIQrTmdaqljehZBPWieDiwGaiwkELkOBbap24XjAenYzza9JyyIMidXgOfqaS0lyx6My2I2-ejeXNF1i3Y34JPqzzoWn4FVk_akUG5fib3s8Aw/s320/Musim%20kemarau.png" width="318" /></a></div> <p></p><blockquote style="border: none; margin: 0px 0px 0px 40px; padding: 0px; text-align: left;"><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: helvetica;">Daun menguning.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: helvetica;">Udara panas menyengat.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: helvetica;">Rumput di teras depan yang bisanya hijaunya meneduhkan tampak menguning, kusam dan pucat.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: helvetica;">Seekor kecoak kecil tampak melompat keluar dari lubang kecil disamping teras. Badannya yang gemuk dan hitam legam melenggak lenggok di bebatuan putih yang membatasi rumput taman. Kutajamkan penghilahatanku dan mulai menyiapkan senjata mematikan. Plaak!! Terdengar suara keras ketika sendal jepit lusuh yang tadinya kupakai kuhantamkan ke paving. Sial! Kecoaknya lepas dan berlari cepat ke balik rerimbunan bunga asoka yang sedang mekar.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: helvetica;">Terdengar suara keras memekakkan telinga ketika motor merah di sudut carpot dihidupkan. Sekilas kulirik lelaki yang sedang sibuk mengoles oli di rantai. Kerutan di sekitar keningnya semakin jelas terlihat sekarang. Tak menyadari sedang diamati, bibirnya begerak mendendangkan lagu yang kuhafal luar kepala. Suara mesin masih menggaung dan kecoak hitam itu masih bermain petak umpet di sekitar asoka. Kuusap peluh yang menetes dari keningku dan perlahan kutinggalkan kursi tempatku duduk.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: helvetica;">Ruang tamu terlihat ramai dengan suara anak anak kecil. Aku terus berjalan melewati mereka menuju dapur. Langkahku terhenti melihat betapa porak porandanya dapur dan wastafel pencucian piring. Wajan bekas menggoreng ayam masih terihat berlumuran minyak hitam, magic com terbuka memberikan pandangan panci kosong dan sisa nasi yang mulai mengeras. Tanpa sadar aku berbalik arah menuju kamar tidur. Kurebahkan badan dan mulai bernafas teratur, kupejamkan mata tanpa berniat memikiran gundukan baju di sudut kamar. </span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: helvetica;">Bismilah biarkan aku rehat sejenak dari rutinitas yang menjemukan ini.</span></p><p style="text-align: justify;"><span style="font-family: helvetica;">Aku hanya ingin tidur dan melupakan semua. Sejenak mengambil jeda, sebentar mengurai lelah tanpa bermaksud menyerah.</span></p></blockquote><div style="text-align: justify;"><br /></div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-62592377957981940772023-03-07T11:27:00.004+07:002023-08-23T09:51:39.496+07:00Resensi Frankenstein<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Monster kesepian</span></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: large;">Detail buku:</span></div><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"><div style="text-align: justify;">Judul asli: Frankenstein</div><div style="text-align: justify;">Penulis: Mary Shelley</div><div style="text-align: justify;">Penerjemah: Anton Adiwiyoto</div><div style="text-align: justify;">Tebal: 312 halaman</div><div style="text-align: justify;">Penerbit: PT. Gramedia Pustaka Utama</div><div style="text-align: justify;">Cetakan III 2009</div><div style="text-align: justify;">ISBN: 978-979-22-5096-1</div></span><p></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Sinopsis:</span></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Dokter Victor Frankenstein ingin menciptakan makhluk sempurna dengan menggabungkan ilmu pengetahuan dan ilmu gaib. Dari sisa-sisa tubuh orang mati, ia membuat makhluk raksasa dengan kekuatan luar biasa… dan menghidupkannya. Tetapi ketika makhluk itu membuka mata, Frankenstein melarikan diri denganrasa takut yang amat sangat.</span></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Makhluk itu pun keluar ke dunia ramai, berusaha mencari teman dan cinta, namun yang diperolehnya justru kebencian dan ketakutan. maka ia pun bersumpah akan membalas dendam pada sang pencipta yang telah memberikan napas hidup baginya. Dengan kekuatannya yang luar biasa, ia berkelana hingga ke ujung dunia… untuk menghancurkan semua orang yang dicintai Frankenstein</span></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Diawali oleh surat yang ditulis Robert Walton kepada Margareth adiknya. Walton bercerita tentang pelayarannya untuk mencari tempat yang jauh dan belum terjamah manusia. Pelayarannya terjadi pada abad ke 17, seabad sebelum kisah ini dibuat (1818). Obsesi Walton tentang keinginannya untuk menyingkap lebih dalam misteri kehidupan dan keinginannya untuk mencari seorang sahabat diceritakan dgn indah disetiap suratnya. Pada akhir suratnya Walton bercerita tentang pertemuannya dengan seorang pemuda yang kelak diketahui bernama Victor Frankenstein.</span></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: large;">Lalu Frankenstein memulai ceritanya kepada Wilton. Frankenstein kecil yang putra dari salah seorang paling terkemuka di Jenewa, ibunya seorang yang baik hati dan penuh kasih sayang. Frankenstein mempunyai adik lelaki kecil Ernest dan William, adik angkat cantik yang begitu disayanginya bernama Elizabeth dan seorang sahabat setia bernama Clerval.</span></div><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"><div style="text-align: justify;">Hidupnya sangat bahagia, meskipun ibunya meninggal di usia yg sangat muda. Frankenstein lebih dulu mengenal dunia gaib lewat buku Cornellius Agrippa, sampai akhirnya Frankenstein masuk perguruan tinggi dan mulai terobsesi dengan ilmu pengetahuan.</div><div style="text-align: justify;">Frankenstein muda yang tampan mulai terobsesi untuk menciptakan sesuatu dari pengetahuan yang dimilikinya.</div><div style="text-align: justify;">Siang dan malam sampai berbulan bulan Frankenstein hidup terasing di lab kecil di apartemennya untuk mewujudkan mimpinya.</div><div style="text-align: justify;">Sampai akhirnya Monster itu benar benar hidup. Makhluk setinggi 2 Meter dengan wajah pucat dan wajah mengerikan itu akhirnya hidup.</div></span><p></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: large;">Frankenstein setelah berbulan bulan menyiksa diri tanpa makan, tanpa tidur begitu terkejut melihat sapaan makhluk yang diciptakannya. Bayangkan seluruh tubuhnya diambil dari potongan mayat yang dijahit satu persatu.</span></div><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"><div style="text-align: justify;">Frankenstein bukan saja takut dengan makhluk ciptaanya, tapi juga membencinya.</div></span><p></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Makhluk tak bernama itu, dengan fisik yang menjulang dan wajah mengerikan ternyata tak mampu menemukan teman. Diceritakan bagaimana makhluk tsb tinggal sembunyi sembunyi di kandang milik sebuah keluarga Prancis yang baik hati, menolong keluarga tsb dgn menyediakan kayu bakar dan menebang pohon tapi pada akhirnya ketika makhluk itu menampakkan wajahnya, keluarga tsb menjerit, pingsan, berusaha memukulnya dan akhirnya tergesa pindah dan meninggalkannya sendirian.</span></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: large;">Perasaan tak diinginkan, ditolak dan dibenci membuat makhluk itu menyimpan dendam dan kebencian pada penciptanya.</span></div><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"><div style="text-align: justify;">Satu persatu orang orang dekat dan disayangi Frankenstein terbunuh. Sampai akhirnya makhluk itu berjanji tidak akan menyakiti manusia jika Frankenstein bersedia menciptakan pasangan untuknya. Kalut dan tak berdaya Frankenstein mengabulkan keinginan makhluk ciptaannya.</div></span><p></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Cerita ini adalah sebuah kisah tragedi yang diceritakan dengan bahasa yang indah khas sastra klasik. Menceritakan bagaimana ilmu pengetahuan dianggap segalanya pada waktu kisah ini ditulis. Obsesi yang berlebihan dan kepercayaan yang mulai luntur pada Tuhan.</span></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Penyesalan Frankenstein tak mampu mengembalikan keadaan. Bahkan meskipun mampu menciptakan makhluk, Frankenstein tak mampu menghidupkan Elizabethnya tersayang dan orang orang yang disayanginya.</span></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Penyangkalan terhadap hasil ciptaannya membuat Frankenstein malah menciptakan monster, padahal di awal penciptaannya, walaupun secara fisik rupanya sangat buruk, makhluk tersebut bukanlah makhluk yang jahat. Keterasingan dan penolakanlah yang mengubahnya juga ejekan dan pandangan merendahkan dari makhluk lainnya (manusia).</span></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Banyak sekali hikmah dan renungan yang bisa kita ambil dari kisah ini. Obsesi dan ambisi yang berlebihan tak akan menghasilkan kebahagiaan. </span></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">Banyak juga kutipan dan kata kata berupa pertanyaan yang sering kita temukan dlm hidup.</span></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><b><i><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">“Semua orang membenci apa saja yang punya buruk rupa. Tapi mengapa aku harus dibenci kalau keadaanku paling penyedihkan di antara semua makhluk hidup. Bahkan kau, penciptaku, membenciku dan mencelaku, ciptaanmu?” p.131</span></i></b></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><b><i><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">“Sadarilah betapa berbahaya orang memiliki ilmu pengetahuan. Dan juga yakinlah betapa lebih bahagia orang yang menganggap kota kediamannya sebagai dunianya, daripada orang yang ingin menjadi lebih besar daripada yang diizinkan kondratnya.” p. 63</span></i></b></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><b><i><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">“Sungguh aneh hakikat ilmu pengetahuan! Sekali masuk ke otak, ilmu pengetahuan akan terus berpegangan erat-erat seperti kancing-kancingan melekat pada batu.” p.163</span></i></b></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><b><i><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;">“Kita beristirahat, tetapi impian mampu meracuni tidur lelap.Kita bangun; satu pikiran akan mengeruhkan perasaan.Kita merasakan, membayangkan, mempertimbangkan; tertawa atau menangis.Memeluk kesedihan, atau melemparkan kemalangan.Semua sama saja: sebab sbaik kegembiraan maupun kesedihan akan lenyap dengan mudah.Kemarin takkan sama dengan esok.Semua akan selalu berubah-ubah!” p. 129</span></i></b></p>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="http://lh3.ggpht.com/-phoSv4Oudx0/VKa0rqEixXI/AAAAAAAAARk/_JMMScbCi4c/s1600/IMG_14483981547480.jpeg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="http://lh3.ggpht.com/-phoSv4Oudx0/VKa0rqEixXI/AAAAAAAAARk/_JMMScbCi4c/s640/IMG_14483981547480.jpeg" /> </a> </div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-90972348287164235922023-03-07T11:21:00.009+07:002023-03-28T11:15:14.301+07:00Resensi Anastasia Syndrome and Other Stories<div class="separator" style="clear: both;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUyWxDUH9TVOKiBr3cud54wyJLcBsUJt9h2IDUJ0kkrpLAYsUj27i-l-7qPdkBvdEl4HW06Eoyvg6PW3xkE0ukC4Q5iLJWzlRD5bMOgdQoM2LE9QiRTHClSnwOTbgh-oADtibrPhAJq-BCmvXu3rPeGRzEyq2t_JCCLYvwIrjrHLBgk3AQ90TCagSyKw/s419/Anastasia%20syndrome.png" style="display: block; padding: 1em 0px; text-align: center;"><img border="0" data-original-height="419" data-original-width="256" height="640" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiUyWxDUH9TVOKiBr3cud54wyJLcBsUJt9h2IDUJ0kkrpLAYsUj27i-l-7qPdkBvdEl4HW06Eoyvg6PW3xkE0ukC4Q5iLJWzlRD5bMOgdQoM2LE9QiRTHClSnwOTbgh-oADtibrPhAJq-BCmvXu3rPeGRzEyq2t_JCCLYvwIrjrHLBgk3AQ90TCagSyKw/w392-h640/Anastasia%20syndrome.png" width="392" /></a></div><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Spesifikasi Buku <br /></span><span style="font-family: Poppins;">Penerbit : PT Gramedia Pustaka Utama<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Pengarang : Mary Higgins Clark<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Kelompok : Novel<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Bahasa : Indonesia<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Cover : softcover</span></div><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Sinopsis:</span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Novel pendek Sindrom Anastasia mengisahkan pengarang sejarah terkenal Judith Chase yang tinggal di London. Judith yang menjadi yatim-piatu semasa perang Dunia II ingin menelusuri asal-usulnya. Ia menghubungi psikoanalis ternama untuk menghipnotisnya supaya mundur ke masa lalu.</span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Ternyata Judith tidak sekedar mundur ke masa kanak-kanaknya, ia terjebak dalam pusaran sejarah yang menjadi tema buku-buku karangannya. Saat kembali ke masa kini, ia mulai sering menderita hilang ingatan. </span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Sementara itu London mulai diteror berbagai bom. Apa yang terjadi saat Judith hilang ingatan? Siapakah yang menyebar teror bom itu?Selain Sindrom Anastasia, buku ini juga berisi empat cerita lain yang tak kalah serunya. Cinta seorang murid sakit jiwa pada gurunya, istri yang curiga bahwa suaminya telah melakukan pembunuhan, roh saudara kembar yang membantu kembarannya yang terancam bahaya, dan usaha seorang ibu mencari putrinya yang dibawa lari suaminya. </span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Dijamin anda akan terus membaca sampai halaman terakhir. Menurutku..... Hmm.... Kalau biasanya Marry Higgins Clark menulis sebuah novel utuh bertema misteri, disini ada 5 cerita berbeda yang ingin disampaikan. </span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Aku tahu setiap pengarang punya ciri masing masing, dan MHC punya ciri khas yang kuanggap sangat unik dan berkelas. Aku mencoba menuliskan ciri khas dari novel-novel MHC, salah satunya adalah tokoh utama yang selalu wanita, biasanya berumur diatas 30 tahun, berkeluarga dan berkelas. </span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Marry juga bukanlah penulis yang suka menjabarkan sex dengan vulga. Kesantunannya dalam berbahasa punya daya pikat sendiri. Aku mengoleksi hampir 20 novel karyanya dan tak pernah puas untuk menambah dengan koleksi yang lainnya. </span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Aku menyukai novel ini, meski singkat tapi uraiannya benar-benar hidup dan menambah wawasan. Berlatar cerita jaman kejatuhan Charles I, ratusan tahun silam. Cerita ini sarat akan sejarah kelam kerajaan Inggris. </span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Aku tak percaya bahwa roh dari masa lalu bisa hidup dalam tubuh kita dan mengendalikan diri kita. Sedikit menyerupai Split Personality, dimana sang tokoh punya dua kepribadian yang sangat bertolak belakang.</span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Tokoh Judith Chase yang lembut, dan menyenangkan tiba tiba harus tergeser oleh pribadi baru dari masa lalu, Margareth Carew. Bukan tanpa alasan Margaret memilih tubuh Judith untuk digunakannya membalas dendam di masa lalunya. </span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Baginya Judith sangat pas, dia akan bertunangan dengan calon PM Inggris Stephen Hallet, seorang keturunan Simon Hallet yang telah menghianati dan menyakitinya di masa lalu. </span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Hati-hati ketika kau menyadari banyak waktumu yang tak bisa kau ingat sepenuhnya, seakan hilang tanpa jejak. Mengingatnyapun kau tak mampu. Mungkin saat itulah kepribadian baru telah mengambil alih dan menggunakan tubuhmu.</span></p>
Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-61550487615762747152023-03-07T11:20:00.008+07:002023-03-24T15:28:53.884+07:00All 339 Books Referenced In “Gilmore Girls"<p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"></span></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7byqoA0eU0zy6x7a4bXr9E7m3qIKeYIPuBXrxOKyg5xuEJ8yj0rSI7uT6NELdIJLjbAFr5B-FX1ZCGvH9OLfkPWZ4eGo0fzYqXPuZrv-lkihlEyIoPQbBnetJGUdY0WLqkHsS1SSBwG47Cs1nqHQLKG2lRPTZRY_YGnutRmIygU_d-YXvHy1n0HMNLg/s554/Gilmore%20Girls.png" imageanchor="1" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="386" data-original-width="554" height="223" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEj7byqoA0eU0zy6x7a4bXr9E7m3qIKeYIPuBXrxOKyg5xuEJ8yj0rSI7uT6NELdIJLjbAFr5B-FX1ZCGvH9OLfkPWZ4eGo0fzYqXPuZrv-lkihlEyIoPQbBnetJGUdY0WLqkHsS1SSBwG47Cs1nqHQLKG2lRPTZRY_YGnutRmIygU_d-YXvHy1n0HMNLg/s320/Gilmore%20Girls.png" width="320" /></a></span></div><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"><br />1. 1984 by George Orwell<br />
2. Adventures of Huckleberry Finn by Mark Twain<br />
3. Alice in Wonderland by Lewis Carroll<br />
4. The Amazing Adventures of Kavalier & Clay by Michael Chabon<br />
5. An American Tragedy by Theodore Dreiser<br />
6. Angela's Ashes by Frank McCourt<br />
7. Anna Karenina by Leo Tolstoy<br />
8. The Diary of a Young Girl by Anne Frank<br />
9. The Archidamian War by Donald Kagan<br />
10. The Art of Fiction by Henry James<br />
11. The Art of War by Sun Tzu<br />
12. As I Lay Dying by William Faulkner<br />
13. Atonement by Ian McEwan<br />
14. Autobiography of a Face by Lucy Grealy<br />
15. The Awakening by Kate Chopin<br />
16. Babe by Dick King-Smith<br />
17. Backlash: The Undeclared War Against American Women by Susan <span> </span><span> </span>Faludi<br />
18. Balzac and the Little Chinese Seamstress by Dai Sijie<br />
19. Bel Canto by Ann Patchett<br />
20. The Bell Jar by Sylvia Plath<br />
21. Beloved by Toni Morrison<br />
22. Beowulf: A New Verse Translation by Seamus Heaney<br />
23. The Bhagava Gita<br />
24. The Bielski Brothers: The True Story of Three Men Who Defied the Nazis, Built a Village in the Forest, and Saved 1,200 Jews by Peter Duffy<br />
25. Bitch in Praise of Difficult Women by Elizabeth Wurtzel<br />
26. A Bolt from the Blue and Other Essays by Mary McCarthy<br /></span><p></p>
<p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"><b>Warner Bros. Television / Via maybefabulous.blogspot.com</b><br />
27. Brave New World by Aldous Huxley<br />
28. Brick Lane by Monica Ali<br />
29. Bridgadoon by Alan Jay Lerner<br />
30. Candide by Voltaire<br />
31. The Canterbury Tales by Chaucer<br />
32. Carrie by Stephen King<br />
33. Catch-22 by Joseph Heller<br />
34. The Catcher in the Rye by J. D. Salinger<br />
35. Charlotte's Web by E. B. White<br />
36. The Children's Hour by Lillian Hellman<br />
37. Christine by Stephen King<br />
38. A Christmas Carol by Charles Dickens<br />
39. A Clockwork Orange by Anthony Burgess<br />
40. The Code of the Woosters by P.G. Wodehouse<br />
41. The Collected Stories by Eudora Welty<br />
42. A Comedy of Errors by William Shakespeare<br />
43. Complete Novels by Dawn Powell<br />
44. The Complete Poems by Anne Sexton<br />
45. Complete Stories by Dorothy Parker<br />
46. A Confederacy of Dunces by John Kennedy Toole<br />
47. The Count of Monte Cristo by Alexandre Dumas<br />
48. Cousin Bette by Honore de Balzac<br />
49. Crime and Punishment by Fyodor Dostoevsky<br />
50. The Crimson Petal and the White by Michel Faber<br />
51. The Crucible by Arthur Miller<br />
52. Cujo by Stephen King<br />
53. The Curious Incident of the Dog in the Night-Time by Mark Haddon<br /></span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"><b>Warner Bros. Television / Via bookreviews.me.uk</b><br />
54. Daughter of Fortune by Isabel Allende<br />
55. David and Lisa by Dr Theodore Issac Rubin M.D<br />
56. David Copperfield by Charles Dickens<br />
57. The Da Vinci -Code by Dan Brown<br />
58. Dead Souls by Nikolai Gogol<br />
59. Demons by Fyodor Dostoyevsky<br />
60. Death of a Salesman by Arthur Miller<br />
61. Deenie by Judy Blume<br />
62. The Devil in the White City: Murder, Magic, and Madness at the Fair that <span> </span><span> </span>Changed America by Erik Larson<br />
63. The Dirt: Confessions of the World's Most Notorious Rock Band by <span> </span><span> </span><span> </span>Tommy Lee, Vince Neil, Mick Mars and Nikki Sixx<br />
64. The Divine Comedy by Dante<br />
65. The Divine Secrets of the Ya-Ya Sisterhood by Rebecca Wells<br />
66. Don Quixote by Cervantes<br />
67. Driving Miss Daisy by Alfred Uhrv<br />
68. Dr. Jekyll & Mr. Hyde by Robert Louis Stevenson<br />
69. Edgar Allan Poe: Complete Tales & Poems by Edgar Allan Poe<br />
70. Eleanor Roosevelt by Blanche Wiesen Cook<br />
71. The Electric Kool-Aid Acid Test by Tom Wolfe<br />
72. Ella Minnow Pea: A Novel in Letters by Mark Dunn<br />
73. Eloise by Kay Thompson<br />
74. Emily the Strange by Roger Reger<br />
75. Emma by Jane Austen<br />
76. Empire Falls by Richard Russo<br />
77. Encyclopedia Brown: Boy Detective by Donald J. Sobol<br />
78. Ethan Frome by Edith Wharton<br />
79. Ethics by Spinoza<br />
80. Europe through the Back Door, 2003 by Rick Steves<br /></span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-family: Poppins; font-size: medium;"><b>Warner Bros. Television / Via bellesbookshelf.blogspot.com</b><br />
81. Eva Luna by Isabel Allende<br />
82. Everything Is Illuminated by Jonathan Safran Foer<br />
83. Extravagance by Gary Krist<br />
84. Fahrenheit 451 by Ray Bradbury<br />
85. Fahrenheit 9/11 by Michael Moore<br />
86. The Fall of the Athenian Empire by Donald Kagan<br />
87. Fat Land: How Americans Became the Fattest People in the World by <span> </span><span> </span>Greg Critser<br />
88. Fear and Loathing in Las Vegas by Hunter S. Thompson<br />
89. The Fellowship of the Ring by J. R. R. Tolkien<br />
90. Fiddler on the Roof by Joseph Stein<br />
91. The Five People You Meet in Heaven by Mitch Albom<br />
92. Finnegan's Wake by James Joyce<br />
93. Fletch by Gregory McDonald<br />
94. Flowers for Algernon by Daniel Keyes<br />
95. The Fortress of Solitude by Jonathan Lethem<br />
96. The Fountainhead by Ayn Rand<br />
97. Frankenstein by Mary Shelley<br />
98. Franny and Zooey by J. D. Salinger<br />
99. Freaky Friday by Mary Rodgers<br />
100. Galapagos by Kurt Vonnegut<br />
101. Gender Trouble by Judith Butler<br />
102. George W. Bushism: The Slate Book of the Accidental Wit and Wisdom <span> </span>of our 43rd President by Jacob Weisberg<br />
103. Gidget by Fredrick Kohner<br />
104. Girl, Interrupted by Susanna Kaysen<br />
105. The Gnostic Gospels by Elaine Pagels<br />
106. The Godfather: Book 1 by Mario Puzo<br />
107. The God of Small Things by Arundhati Roy<br />
108. Goldilocks and the Three Bears by Alvin Granowsky<br />
109. Gone with the Wind by Margaret Mitchell<br />
110. The Good Soldier by Ford Maddox Ford<br />
111. The Gospel According to Judy Bloom<br />
112. The Graduate by Charles Webb<br />
113. The Grapes of Wrath by John Steinbeck<br />
114. The Great Gatsby by F. Scott Fitzgerald<br />
115. Great Expectations by Charles Dickens<br />
116. The Group by Mary McCarthy<br />
117. Hamlet by William Shakespeare<br />
118. Harry Potter and the Goblet of Fire by J. K. Rowling<br />
119. Harry Potter and the Sorcerer's Stone by J. K. Rowling<br />
120. A Heartbreaking Work of Staggering Genius by Dave Eggers<br />
121. Heart of Darkness by Joseph Conrad<br />
122. Helter S The True Story of the Manson Murders by Vincent Bugliosi and <span> </span>Curt Gentry<br />
123. Henry IV, part I by William Shakespeare<br />
124. Henry IV, part II by William Shakespeare<br />
125. Henry V by William Shakespeare<br />
126. High Fidelity by Nick Hornby<br />
127. The History of the Decline and Fall of the Roman Empire by Edward <span> <span> </span></span>Gibbon<br />
128. Holidays on Ice: Stories by David Sedaris<br />
129. The Holy Barbarians by Lawrence Lipton<br />
130. House of Sand and Fog by Andre Dubus III<br />
131. The House of the Spirits by Isabel Allende<br />
132. How to Breathe Underwater by Julie Orringer<br />
133. How the Grinch Stole Christmas by Dr. Seuss<br />
134. How the Light Gets In by M. J. Hyland<br />
135. Howl by Allen Ginsberg<br />
136. The Hunchback of Notre Dame by Victor Hugo<br />
137. The Iliad by Homer<br />
138. I'm With the Band by Pamela des Barres<br />
139. In Cold Blood by Truman Capote<br />
140. Inferno by Dante<br />
141. Inherit the Wind by Jerome Lawrence and Robert E. Lee<br />
142. Iron Weed by William J. Kennedy<br />
143. It Takes a Village by Hillary Rodham Clinton<br />
144. Jane Eyre by Charlotte Bronte<br />
145. The Joy Luck Club by Amy Tan<br />
146. Julius Caesar by William Shakespeare<br />
147. The Jumping Frog by Mark Twain<br />
148. The Jungle by Upton Sinclair<br />
149. Just a Couple of Days by Tony Vigorito<br />
150. The Kitchen Boy: A Novel of the Last Tsar by Robert Alexander<br />
151. Kitchen Confidential: Adventures in the Culinary Underbelly by Anthony <span> </span>Bourdain<br />
152. The Kite Runner by Khaled Hosseini<br />
153. Lady Chatterleys' Lover by D. H. Lawrence<br />
154. The Last Empire: Essays 1992-2000 by Gore Vidal<br />
155. Leaves of Grass by Walt Whitman<br />
156. The Legend of Bagger Vance by Steven Pressfield<br />
157. Less Than Zero by Bret Easton Ellis<br />
158. Letters to a Young Poet by Rainer Maria Rilke<br />
159. Lies and the Lying Liars Who Tell Them by Al Franken<br />
160. Life of Pi by Yann Martel<br />
161. Little Dorrit by Charles Dickens<br />
162. The Little Locksmith by Katharine Butler Hathaway<br />
163. The Little Match Girl by Hans Christian Andersen<br />
164. Little Women by Louisa May Alcott<br />
165. Living History by Hillary Rodham Clinton<br />
166. Lord of the Flies by William Golding<br />
167. The Lottery: And Other Stories by Shirley Jackson<br />
168. The Lovely Bones by Alice Sebold<br />
169. The Love Story by Erich Segal<br />
170. Macbeth by William Shakespeare<br />
171. Madame Bovary by Gustave Flaubert<br />
172. The Manticore by Robertson Davies<br />
173. Marathon Man by William Goldman<br />
174. The Master and Margarita by Mikhail Bulgakov<br />
175. Memoirs of a Dutiful Daughter by Simone de Beauvoir<br />
176. Memoirs of General W. T. Sherman by William Tecumseh Sherman<br />
177. Me Talk Pretty One Day by David Sedaris<br />
178. The Meaning of Consuelo by Judith Ortiz Cofer<br />
179. Mencken's Chrestomathy by H. R. Mencken<br />
180. The Merry Wives of Windsor by William Shakespeare<br />
181. The Metamorphosis by Franz Kafka<br />
182. Middlesex by Jeffrey Eugenides<br />
183. The Miracle Worker by William Gibson<br />
184. Moby Dick by Herman Melville<br />
185. The Mojo Collection: The Ultimate Music Companion by Jim Irvin<br />
186. Moliere: A Biography by Hobart Chatfield Taylor<br />
187. A Monetary History of the United States by Milton Friedman<br />
188. Monsieur Proust by Celeste Albaret<br />
189. A Month Of Sundays: Searching For The Spirit And My Sister by Julie <span> </span><span> <span> </span></span>Mars<br />
190. A Moveable Feast by Ernest Hemingway<br />
191. Mrs. Dalloway by Virginia Woolf<br />
192. Mutiny on the Bounty by Charles Nordhoff and James Norman Hall<br />
193. My Lai 4: A Report on the Massacre and It's Aftermath by Seymour M. <span> </span><span> </span>Hersh<br />
194. My Life as Author and Editor by H. R. Mencken<br />
195. My Life in Orange: Growing Up with the Guru by Tim Guest<br />
196. Myra Waldo's Travel and Motoring Guide to Europe, 1978 by Myra <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span>Waldo<br />
197. My Sister's Keeper by Jodi Picoult<br />
198. The Naked and the Dead by Norman Mailer<br />
199. The Name of the Rose by Umberto Eco<br />
200. The Namesake by Jhumpa Lahiri<br />
201. The Nanny Diaries by Emma McLaughlin<br />
202. Nervous System: Or, Losing My Mind in Literature by Jan Lars Jensen<br />
203. New Poems of Emily Dickinson by Emily Dickinson<br />
204. The New Way Things Work by David Macaulay<br />
205. Nickel and Dimed by Barbara Ehrenreich<br />
206. Night by Elie Wiesel<br />
207. Northanger Abbey by Jane Austen<br />
208. The Norton Anthology of Theory and Criticism by William E. Cain, <span> </span><span> </span><span> </span>Laurie A. Finke, Barbara E. Johnson, John P. McGowan<br />
209. Novels 1930-1942: Dance Night/Come Back to Sorrento, Turn, Magic <span> </span><span> </span><span> </span>Wheel/Angels on Toast/A Time to be Born by Dawn Powell<br />
210. Notes of a Dirty Old Man by Charles Bukowski<br />
211. Of Mice and Men by John Steinbeck<br />
212. Old School by Tobias Wolff<br />
213. On the Road by Jack Kerouac<br />
214. One Flew Over the Cuckoo's Nest by Ken Kesey<br />
215. One Hundred Years of Solitude by Gabriel Garcia Marquez<br />
216. The Opposite of Fate: Memories of a Writing Life by Amy Tan<br />
217. Oracle Night by Paul Auster<br />
218. Oryx and Crake by Margaret Atwood<br />
219. Othello by Shakespeare<br />
220. Our Mutual Friend by Charles Dickens<br />
221. The Outbreak of the Peloponnesian War by Donald Kagan<br />
222. Out of Africa by Isac Dineson<br />
223. The Outsiders by S. E. Hinton<br />
224. A Passage to India by E.M. Forster<br />
225. The Peace of Nicias and the Sicilian Expedition by Donald Kagan<br />
226. The Perks of Being a Wallflower by Stephen Chbosky<br />
227. Peyton Place by Grace Metalious<br />
228. The Picture of Dorian Gray by Oscar Wilde<br />
229. Pigs at the Trough by Arianna Huffington<br />
230. Pinocchio by Carlo Collodi<br />
231. Please Kill Me: The Uncensored Oral History of Punk Legs McNeil and <span> </span><span> <span> </span></span>Gillian McCain<br />
232. The Polysyllabic Spree by Nick Hornby<br />
233. The Portable Dorothy Parker by Dorothy Parker<br />
234. The Portable Nietzche by Fredrich Nietzche<br />
235. The Price of Loyalty: George W. Bush, the White House, and the <span> </span><span> </span><span> <span> </span><span> </span></span>Education of Paul O'Neill by Ron Suskind<br />
236. Pride and Prejudice by Jane Austen<br />
237. Property by Valerie Martin<br />
238. Pushkin: A Biography by T. J. Binyon<br />
239. Pygmalion by George Bernard Shaw<br />
240. Quattrocento by James Mckean<br />
241. A Quiet Storm by Rachel Howzell Hall<br />
242. Rapunzel by Grimm Brothers<br />
243. The Raven by Edgar Allan Poe<br />
244. The Razor's Edge by W. Somerset Maugham<br />
245. Reading Lolita in Tehran: A Memoir in Books by Azar Nafisi<br />
246. Rebecca by Daphne du Maurier<br />
247. Rebecca of Sunnybrook Farm by Kate Douglas Wiggin<br />
248. The Red Tent by Anita Diamant<br />
249. Rescuing Patty Hearst: Memories From a Decade Gone Mad by <span> </span><span> </span><span> </span><span> </span>Virginia Holman<br />
250. The Return of the King by J. R. R. Tolkien<br />
251. R Is for Ricochet by Sue Grafton<br />
252. Rita Hayworth by Stephen King<br />
253. Robert's Rules of Order by Henry Robert<br />
254. Roman Holiday by Edith Wharton<br />
255. Romeo and Juliet by William Shakespeare<br />
256. A Room of One's Own by Virginia Woolf<br />
257. A Room with a View by E. M. Forster<br />
258. Rosemary's Baby by Ira Levin<br />
259. The Rough Guide to Europe, 2003 Edition<br />
260. Sacred Time by Ursula Hegi<br />
261. Sanctuary by William Faulkner<br />
262. Savage Beauty: The Life of Edna St. Vincent Millay by Nancy Milford<br />
263. Say Goodbye to Daisy Miller by Henry James<br />
264. The Scarecrow of Oz by Frank L. Baum<br />
265. The Scarlet Letter by Nathaniel Hawthorne<br />
266. Seabiscuit: An American Legend by Laura Hillenbrand<br />
267. The Second Sex by Simone de Beauvoir<br />
268. The Secret Life of Bees by Sue Monk Kidd<br />
269. Secrets of the Flesh: A Life of Colette by Judith Thurman<br />
270. Selected Hotels of Europe<br />
271. Selected Letters of Dawn Powell: 1913-1965 by Dawn Powell<br />
272. Sense and Sensibility by Jane Austen<br />
273. A Separate Peace by John Knowles<br />
274. Several Biographies of Winston Churchill<br />
275. Sexus by Henry Miller<br />
276. The Shadow of the Wind by Carlos Ruiz Zafon<br />
277. Shane by Jack Shaefer<br />
278. The Shining by Stephen King<br />
279. Siddhartha by Hermann Hesse<br />
280. S Is for Silence by Sue Grafton<br />
281. Slaughter-house Five by Kurt Vonnegut<br />
282. Small Island by Andrea Levy<br />
283. Snows of Kilimanjaro by Ernest Hemingway<br />
284. Snow White and Rose Red by Grimm Brothers<br />
285. Social Origins of Dictatorship and Democracy: Lord and Peasant in <span> </span><span> <span> </span></span>the Making of the Modern World by Barrington Moore<br />
286. The Song of Names by Norman Lebrecht<br />
287. Song of the Simple Truth: The Complete Poems of Julia de Burgos by <span> </span>Julia de Burgos<br />
288. The Song Reader by Lisa Tucker<br />
289. Songbook by Nick Hornby<br />
290. The Sonnets by William Shakespeare<br />
291. Sonnets from the Portuegese by Elizabeth Barrett Browning<br />
292. Sophie's Choice by William Styron<br />
293. The Sound and the Fury by William Faulkner<br />
294. Speak, Memory by Vladimir Nabokov<br />
295. Stiff: The Curious Lives of Human Cadavers by Mary Roach<br />
296. The Story of My Life by Helen Keller<br />
297. A Streetcar Named Desiree by Tennessee Williams<br />
298. Stuart Little by E. B. White<br />
299. Sun Also Rises by Ernest Hemingway<br />
300. Swann's Way by Marcel Proust<br />
301. Swimming with Giants: My Encounters with Whales, Dolphins and <span> </span><span> </span><span> <span> </span></span>Seals by Anne Collett<br />
302. Sybil by Flora Rheta Schreiber<br />
303. A Tale of Two Cities by Charles Dickens<br />
304. Tender Is The Night by F. Scott Fitzgerald<br />
305. Term of Endearment by Larry McMurtry<br />
306. Time and Again by Jack Finney<br />
307. The Time Traveler's Wife by Audrey Niffenegger<br />
308. To Have and Have Not by Ernest Hemingway<br />
309. To Kill a Mockingbird by Harper Lee<br />
310. The Tragedy of Richard III by William Shakespeare<br />
311. A Tree Grows in Brooklyn by Betty Smith<br />
312. The Trial by Franz Kafka<br />
313. The True and Outstanding Adventures of the Hunt Sisters by Elisabeth <span> </span><span> </span>Robinson<br />
314. Truth & Beauty: A Friendship by Ann Patchett<br />
315. Tuesdays with Morrie by Mitch Albom<br />
316. Ulysses by James Joyce<br />
317. The Unabridged Journals of Sylvia Plath 1950-1962 by Sylvia Plath<br />
318. Uncle Tom's Cabin by Harriet Beecher Stowe<br />
319. Unless by Carol Shields<br />
320. Valley of the Dolls by Jacqueline Susann<br />
321. The Vanishing Newspaper by Philip Meyers<br />
322. Vanity Fair by William Makepeace Thackeray<br />
323. Velvet Underground's The Velvet Underground and Nico (Thirty Three and a Third series) by Joe Harvard<br />
324. The Virgin Suicides by Jeffrey Eugenides<br />
325. Waiting for Godot by Samuel Beckett<br />
326. Walden by Henry David Thoreau<br />
327. Walt Disney's Bambi by Felix Salten<br />
328. War and Peace by Leo Tolstoy<br />
329. We Owe You Nothing – Punk Planet: The Collected Interviews edited <span> </span><span> </span>by Daniel Sinker<br />
330. What Colour is Your Parachute? 2005 by Richard Nelson Bolles<br />
331. What Happened to Baby Jane by Henry Farrell<br />
332. When the Emperor Was Divine by Julie Otsuka<br />
333. Who Moved My Cheese? by Spencer Johnson<br />
334. Who's Afraid of Virginia Woolf by Edward Albee<br />
335. Wicked: The Life and Times of the Wicked Witch of the West by <span> </span><span> </span><span> </span><span> <span> </span><span> </span></span>Gregory Maguire<br />
336. The Wizard of Oz by Frank L. Baum<br />
337. Wuthering Heights by Emily Bronte<br />
338. The Yearling by Marjorie Kinnan Rawlings<br />
339. The Year of Magical Thinking by Joan Didion</span></p>
Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-40164246145567341062023-03-03T09:36:00.002+07:002023-03-24T15:33:27.550+07:00Rinai<p></p><div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwtqcDbnOYqyH8Eknrw3_3__SFuvk4Cb8D6tMynhHif7os5SxZSXeigG4ZkgCZPnoD_oUWI7Prhe5Xo43Jv7mAJBPSa6YkARxT0aziLrvGGzS8zAHPG3rAZnmkQj2DRibEKz5kVawoZ_3D1UmGF1AjaFX-BRTzZCJoTJW8kCsIGJut_clIbr3quqVhiA/s849/Icon%20Mall.png" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" data-original-height="849" data-original-width="633" height="379" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjwtqcDbnOYqyH8Eknrw3_3__SFuvk4Cb8D6tMynhHif7os5SxZSXeigG4ZkgCZPnoD_oUWI7Prhe5Xo43Jv7mAJBPSa6YkARxT0aziLrvGGzS8zAHPG3rAZnmkQj2DRibEKz5kVawoZ_3D1UmGF1AjaFX-BRTzZCJoTJW8kCsIGJut_clIbr3quqVhiA/w283-h379/Icon%20Mall.png" width="283" /></a></div><br /> <div><br /></div><div><span style="font-family: Poppins;">Menunggu tak selalu membosankan</span></div><div><span style="font-family: Poppins;">Tak peduli berapa lama kau menunggu </span></div><div><span style="font-family: Poppins;">Semua tergantung pada siapa yang kau tunggu</span><br /><p></p><div style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Gemericik tak begitu terdengar<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Ada kaca tebal yang menjadi penghalang</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Tapi...</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Tarian air dan embun yang menghiasi pagar dan kaca di depan tempatku duduk membuaiku</span></div><div style="text-align: left;"><p style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Aku Menunggu<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Dan aku ditemani sahabat baikku <br /></span><span style="font-family: Poppins;">Tak apa...<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Aku tak akan membuatmu tergesa menghampiriku<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Aku menikmati waktuku</span></p><div style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Banyak hal yang membuatku nyaman disini<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Sahabat kesayangan menghiburku<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Kali ini aku diajak mengikutu wanita tua mungil di apartemen tua<br /></span><span style="font-family: Poppins;">Baju merah yang dipakainya membuatku terlempar ke masa lalu, ketika rambut panjangku tergerai indah menawan hatimu</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Dan ketukan keras pintu kaca membuatku tersadar, ada dia yang kutunggu disana, berusaha menepikan hujan diatas bahu</span></div><p style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Aku pun Bangkit, menutup buku tua yang tadi menemaniku, bergegas menemuimu</span></p><p style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Lelaki Tangguhku..</span></p></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;"><br /></span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Icon Mall</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Sudut depan Burger King</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">Kamis, 26 Januari 2023</span></div><div style="text-align: left;"><span style="font-family: Poppins;">15.54 WIB </span></div></div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-11304914469121629942015-07-09T13:36:00.001+07:002023-03-28T11:26:37.664+07:00Boyen dan Boneka Si Gale-Gale<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><a href="http://lh3.googleusercontent.com/-qtOEKa2dZio/VZ4WYRgy1HI/AAAAAAAAATk/Ed2z1Y41YjE/s1600/20150709133513.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="http://lh3.googleusercontent.com/-qtOEKa2dZio/VZ4WYRgy1HI/AAAAAAAAATk/Ed2z1Y41YjE/s640/20150709133513.jpg" /></a></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;"><br /></span></p><p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Boyen sedang mendengarkan lembut suara Mamak yang bercerita tentang Legenda Boneka Sigale-gale.</span></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">"Dulu sekali, boneka Sigale-gale dapat bergerak sendiri layaknya manusia karena ada roh yang merasuki boneka kayu tsb. Tapi iyu dulu nak, sekarang bonekanya hanya dapat bergerak dengan bantuan tali tali yang dipegang sang dalang."</span></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">"Tapi Mak, apa Boneka Sigale-gale tidak capek harus menari 7 hari 7 malam?" desah Boyen dengan mata setengah tertutup.</span></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">"Roh yang masuk hanyalah roh tak berdaya yang terperangkap di sana krn keegoisan manusia nak."</span></div><span style="font-family: Poppins;"><div style="text-align: justify;">Lirih suara Mamak hanya sayup terdengar di telinga Boyen kecil.</div></span><p></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Lama setelah tertidur, Boyen bermimpi, Mamaknya menangis di atas tempat tidurnya.</span></div><span style="font-family: Poppins;"><div style="text-align: justify;">Perlahan angin bertiup kencang, menghempas bilah kayu jendela di kamarnya.</div><div style="text-align: justify;">Hujan turun lebat bagai ditumpahkan tergesa oleh manusia langit.</div><div style="text-align: justify;">Boyen masih mampu melihat jelas di mimpinya, bagaimana sosok Mamaknya memudar dan kemudian menghilang bagai cahaya yang meredup perlahan.</div></span><p></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">"Mamak!!!"</span></div><span style="font-family: Poppins;"><div style="text-align: justify;">Boyen tergesa keluar dari selimut tebal yang menghangatkannya semalam.</div></span><p></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">"Apa yang Mamak ceritakan semalam tidak sungguh sungguh terjadi kan Mak?, mana mungkin ada roh terperangkap di dalam boneka kayu."</span></div><span style="font-family: Poppins;"><div style="text-align: justify;">Tanya Boyen tak sabar.</div></span><p></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Mamak terdiam. Dibelainya lembut rambut, telinga, wajah dan mata Boyen.</span></div><span style="font-family: Poppins;"><div style="text-align: justify;">Didekapnya sekuat tenaga ke dada sambil terisak lirih.</div></span><p></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">"Maafkan Mamak, Boyen, karena menunda kepergianmu. Tak seharusnya Mamak terus menginginkan kau tinggal disini.</span></div><span style="font-family: Poppins;"><div style="text-align: justify;">Pergilah nak, pergilah temui roh Sigale-gale, kalian sama sama lelaki, mungkin kalian bisa berteman."</div></span><p></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Dengan mantap di lemparkannya boneka kayu sebesar telapak tangan di meja makan ke tungku pembakaran tempatnya biasa menanak nasi.</span></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Ada suara memilukan memanggil Mamak Mamak Mamak.</span></div><span style="font-family: Poppins;"><div style="text-align: justify;">Ada suara terbakar dan rintihan lirih.</div><div style="text-align: justify;">Ada jiwa kecil yang tak rela pergi.</div></span><p></p>
<p dir="ltr"></p><div style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">...</span></div><span style="font-family: Poppins;"><div style="text-align: justify;">.#DiikutkanGiveawayYuniZai</div><div style="text-align: justify;">Alhamdulillah menang hihi</div></span><p></p>
<p dir="ltr" style="text-align: justify;"><span style="font-family: Poppins;">Nyoba bikin cerpen mini.</span></p>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> </div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-2745864569692266546.post-86126782620898856912015-07-09T11:36:00.001+07:002023-03-24T15:39:23.102+07:00Ingatkah Kau<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Ingatkah kau,<br />
Sewaktu kaki kaki mungil kita berkejaran di lantai papan dan menimbulkan suara berderit yang membuat kesal mereka.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Ingatkah kau, <br />
Ketika pekatnya malam belum tersibak dan suara sapu berdentum mengetuk lantai papan tepat di kamar kita tidur bersama, dan kita pun dengan mata setengah terpejam berjalan beriringan menuju pancuran tua di halaman belakang untuk berwudhu.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Ingatkah kau, <br />
Saat liburan tiba, kita disibukkan dengan pembagian kerja sambil semua tak ada yang mau mengalah.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Ingatkah kau,<br />
Saat hari kalangan tiba di desa kita, setiap deru taksi yang berhenti di depan rumah akan disambut dengan kepala kepala mungil yang tak sabar menanti buah tangan.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Ingatkah kau, <br />
Setelah sholat subuh, Mami akan membekali kita dengan uang 100 rupiah untuk membeli #gonjing untuk menghangatkan tubuh kita yang mengigil mencoba menghalau angin pegunungan.</span></p><p dir="ltr"><span style="font-size: medium;"><br />
Kita akan berjalan pelan menapaki jalan yang gelap menuju langgar ngaji tempat teman teman bermain kita telah menunggu gembira.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Lalu setelah sholat subuh selesai ditunaikan, kita akan mengambil Al Qur'an kecil di atas meja dan selendang segitiga putih dan bersiap menuju langgar mengaji di tengah desa.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Jalanan gelap, bahkan kerikil yang biasa berserakan di jalan desa tak mampu kita lihat dengan jelas. Dengan menahan gigil yang semakin menerkam, kaki kaki kecil kita tergesa melangkah.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Sebuah bangunan sederhana terang benderang menanti kita. Petromaks besar tlah menyala terang dan teman sebaya tlah riuh berkumpul.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Ada jeda mendebarkan ketika langkah kaki yang begitu kita kenal mulai mendekat. Wajah keras Kyai Kip menyembul di pintu langgar dan serentak ruangan menjadi senyap.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Tertatih lidah mungil kita mengeja ayat demi ayat dan mencoba membaca dengan sebaik mungkin hingga tiba giliran kita untuk "menghadap".</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Disanalah ujian kita yang sesungguhnya, mental kita diuji, bacaan kita didengar dengan seksama lalu tajwid kita dikoreksi.<br />
Dan akhirnya kita hanya mampu berdoa, semoga bacaan kita dapat diteruskan ke ayat selanjutnya agar terhindar dari bacaan itu itu saja.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Pagi mulai merekah, ketika langgar kita bubar. Jalanan yang tadi tertutup pekat mulai tersibak. Rumah panggung disekitar kita mulai berbenah. Suara sapu, air yang mengucur atau sekedar percakapan antara tetangga mulai terdengar.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Langkah kita kembali bergegas, menyiapkan diri untuk sekolah dan bertemu kembali dengan teman mengaji di halamn sekolah.</span></p>
<p dir="ltr"><span style="font-size: medium;">Tak berapa lama, jalan desa kembali dipenuhi anak anak berseragam merah putih.</span></p>
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;"> <a href="http://lh3.googleusercontent.com/-IZEc0ueaW2I/VZ36VM3mzZI/AAAAAAAAATU/1FWbE81lyFA/s1600/IMG_20150709_083854.jpg" style="margin-left: 1em; margin-right: 1em;"> <img border="0" src="http://lh3.googleusercontent.com/-IZEc0ueaW2I/VZ36VM3mzZI/AAAAAAAAATU/1FWbE81lyFA/s640/IMG_20150709_083854.jpg" /> </a> </div>Blog Yunita Hentika Danihttp://www.blogger.com/profile/13359075005416729664noreply@blogger.com0